Behind The Mask

Retchaan
Chapter #37

BTM ~ 37

---

Setelah menyelesaikan makanannya yang tidak sepenuhnya habis, Genta meletakkan sendok di atas nampan dan menyandarkan tubuhnya perlahan ke sandaran ranjang.

Claude bangkit dari kursinya tanpa diminta. Ia melangkah mendekat, lalu dengan cekatan mengecek posisi infus Genta dan memastikan kabelnya tidak melilit. “Dokter ingin memeriksa kondisi luka tusukmu,” katanya pelan.

Genta mengangguk, lalu menarik selimut ke samping. Claude menyodorkan lengannya. Genta menggenggamnya perlahan, bertumpu separuh pada tubuh Claude saat ia bangkit dari ranjang. Kaki kirinya masih terasa berat, dan perutnya nyeri setiap ia bergerak, tapi ia menahan semua itu tanpa suara.

Mereka berjalan beriringan menyusuri lorong rumah sakit, langkah Genta tertahan-tahan tapi stabil. Claude berada di sisi kirinya, menggenggam alat infus dan sesekali melirik Genta untuk memastikan pria itu tidak kehilangan keseimbangan.

Dalam diam, mereka menembus cahaya putih lorong, menuju ruangan dokter. Suasana sekitar tenang, hanya terdengar langkah mereka yang beradu pelan dengan lantai, dan detak pelan mesin monitor dari ruangan lain.

Saat tiba di depan ruangan dengan papan bertuliskan Médecin traitant, Claude mengetuk pintu, lalu membukanya perlahan.

Dokter bangkit sambil tersenyum ramah. “Silakan masuk, Tuan Genta. Kita lihat bagaimana lukamu hari ini.”

Claude membantu Genta duduk di kursi periksa, lalu mundur selangkah namun tetap di ruangan, berjaga dalam diam. 

Dokter mengamati sejenak kondisi Genta sebelum mengangguk pelan. “Silakan, buka bajunya.”

Genta menoleh ke arah Claude, alis kirinya terangkat sebuah isyarat tidak langsung yang mengandung lebih banyak kata daripada suara. Claude menangkap maksud itu dalam hitungan detik. Tanpa perlu penjelasan lebih lanjut, ia mengangguk singkat lalu melangkah keluar, membiarkan pintu tertutup perlahan di belakangnya.

Suasana di dalam ruangan menjadi hening kembali, hanya terdengar suara kain bergesekan saat Genta mulai membuka kancing bajunya. Di luar ruangan, Claude berdiri diam menatap lantai lorong, mencoba mengusir rasa canggung yang perlahan merayap, tapi ada sesuatu dalam dadanya yang sulit dijelaskan yaitu campuran khawatir, penasaran, dan entah apa lagi.

“Masih terasa nyeri saat bergerak?” tanya dokter sambil memeriksa area di sekitar luka.

“Sedikit,” jawab Genta singkat, matanya menatap lurus ke dinding seolah ingin mengalihkan rasa tidak nyaman.

Dokter mengangguk pelan. “Lukanya cukup dalam, tapi proses pemulihan berjalan baik. Untung kau datang tepat waktu… dan masih sadar.” Ia melirik sekilas pada bekas luka, lalu mulai membersihkan area sekitar dengan hati-hati. “Kau beruntung.”

Genta hanya mendengus pelan. “Orang yang hidup untuk balas dendam, biasanya memang sulit mati.”

Dokter tidak menjawab. Ia hanya menatap pria itu sejenak, seolah mengerti bahwa luka yang paling dalam tidak selalu terlihat di permukaan kulit.

Beberapa menit berlalu. Setelah perban baru dipasang dan pemeriksaan selesai, dokter memberi isyarat bahwa Genta bisa menurunkan kembali bajunya.

“Kau butuh istirahat. Dan mungkin... seseorang yang bisa menjagamu, bukan hanya tubuhmu.”

Genta menatap pria itu, tidak menanggapi ucapan terakhirnya. Ia hanya menarik napas panjang, lalu mengangguk kecil.

Lihat selengkapnya