BEHIND THE STAGE

I. Majid
Chapter #2

MEJA NOMOR 15

Ada lonjakan rasa bebas ketika David berhasil membawaku keluar dari kepungan aneh. Aku menyebutnya aneh karena terus terang sekali, bahkan hingga ketenaran itu menyelubungi sendi kehidupanku saat ini, aku merasa seperti serangga bota yang dikerubungi semut. Aku merasakan kulitku seakan digerogoti dan isi otakku disedot secara serampangan. Aku tahu wartawan itu penting, seharusnya juga aku menjadikan mereka sebagai teman, tetapi aku benci pertanyaan. Aku tidak suka menjawab terlalu banyak pertanyaan terlebih jika itu menyangkut ranah kehidupan pribadi.

Ya ... seharusnya aku tidak mengeluhkan hal semacam ini. Seharusnya aku sudah terbiasa dengan ketenaran serba mendadak ini. 

Masih satu tahun. Itu hitungan kasarku semenjak David menawarkan diri menjadi Manajer dan bertekad mempromosikanku sekeras mungkin. Aku ingat pertama kali saat ia mengirimkan pesan pribadi di channel Youtube-ku. Gambar profil cowok berewokan sambil merokok. Channel yang sudah meraup hampir dua juta subscribers dari hasil kelolaku sendiri itu melonjak drastis hanya dengan bermodal promosi iseng di Instagram dan juga Facebook. Aku sendiri tak tahu bagaimana channel'asal jadi'  itu bisa sedemikian meroketnya.

David pria tiga puluhan yang sangat antusias. Aku terkekeh saat membaca pesannya, ia bilang, ada masa depan cemerlang dan bercahaya terpapar setiap kali orang melihat caraku bernyanyi. Cemerlang apanya kupikir, itu cuma cover lagu-lagu lawas penyanyi Indonesia— seperti Andre Hehanusa, Rita Effendy, Nike Ardila, Bebi Romeo dan penyanyi seangkatan mereka —yang kuaransemen sesuai selera. Aku hanya membuat harmonisasi dengan gitar akustik folk Yamaha peninggalan ayah. Yang kupelajari otodidak, yang kurawat seperti hewan peliharaan, dan kujadikan pelampiasan setiap kali hantu itu datang.

Lalu, apa aku harus berterima kasih banyak pada David karena telah menjadikanku seperti sekarang ini? Vanny Marhein, gadis penyendiri dua puluh tahun yang disulap habis-habisan hingga menjadi penyanyi solo pendatang baru paling populer di Indonesia. 

Paling populer.

Tidak, itu karanganku saja. Nyatanya aku belum sepopuler itu sampai David harus membuat siasat-siasat baru untuk mendongkrak namaku di dunia musik. Kita perlu sesuatu yang mencengangkan untuk membuat gebrakan! katanya. Ia pernah mengatakan itu, dan ia berpikir keras untuk mewujudkan itu. 

Rasanya ingin kuantukkan saja kepala ini. Belum cukup ia membuatku berpikir keras untuk membuat lagu-lagu di album pertamaku. Sampai terkadang aku lupa pada jam-jam tidur menyenangkan itu. Sampai insomnia lama-kelamaan tampak merekat denganku. Namun, ternyata insomnia menyebalkan itu lumayan membantu selama proses penciptaan lagu yang kutulis sendiri. Manajemenku bilang, lagu-lagu yang kubuat itu hebat, menakjubkan dan belum pernah dilahirkan di industri musik Indonesia. Menyatu sempurna dengan jenis suara Contralto yang kupunya secara lahiriah. Itu pun belum cukup memuaskan mereka. 

Ternyata menjadi penyanyi selelah ini, menekan pikiranku, menyurutkan staminaku. Ibu sudah memperingatkan ini sebelumnya, ia selalu mencemaskanku. Namun aku sudah bertekad, kukatakan pada ibu kalau aku pasti bisa melewatinya. Ya, anggap saja aku sedang membuat content baru channel-ku yang kian hari kian bertambah peminatnya. Ini hiburan, pengisi kekosonganku setiap kali hantu itu datang. 

Ibu sudah memperingatkanku, dan hal yang ia takutkan tampaknya mulai terjadi. 

Aku membuka sunglasses saat duduk di dalam mobil. David menghempaskan bokongnya di sebelahku hingga lesakan jok itu terasa. Ia tertawa lebar sambil memperhatikan smartphone di tangannya. 

"Badas! Kita berhasil, Va! Hebat kamu." Pujiannya memantul-mantul seperti bola pimpong. 

Napasku terhela saat berusaha mengabaikan kerumunan wartawan yang mengetuk-ngetuk jendela mobil di samping telingaku. Aku memejamkan mata, berusaha menghilangkan dengungan yang menggedor pendengaran. David tak peduli, ia pun menyuruh mas Gugun melajukan mobil untuk pergi. 

"Apa kubilang, setting-an yang seperti ini pasti bakalan booming!" David menggelengkan kepala dengan wajah yang belum lekang dari tawa. "Lihat tagar kamu, tweet-nya makin bertambah, trending topic nomor satu lagi, Va. Di Instagram juga, ini semua akun gosip angkat soal kasus kamu dan lihat komen netizen! Banyak yang simpati, kok." 

#SafeIvanka #LukaBeratSong.

Luka Berat, adalah judul single pertamaku yang berhasil menempati posisi teratas di tangga lagu Indonesia selama dua pekan dan mendapatkan satu juta viewers dalam waktu dua hari. 

Kepalaku berdenyut-denyut mendengar omongan David. Seandainya ia tidak pernah tidak sengaja melihat luka lebam yang menyembul di leher belakangku, menemukan lebam-lebam lainnya yang ternyata muncul di lengan dan juga punggungku, setting-an semacam ini tidak mungkin terskenario. Tentu David dan orang-orang yang mengenalku bertanya bagaimana bisa? Aku akan mencoba mengingat, aku akan mencoba mencari tahu; itu yang kukatakan pada mereka. Kemudian David mendapat ide gemerlap setelah berbuntu-buntu dengan drama pravalensi. Ia mengambil beberapa foto kemudian mendiskusikannya dengan manajemen yang menaungi Zack. Melibatkan polisi dan juga tim medis, tak lupa yang paling penting dari semua unsur ini—awak media. 

Soal, Vergian Zack, aku tidak tahu bagaimana bisa aktor film sepertinya bisa terbawa arus. Kami cukup dekat belakangan ini memang. Mungkin satu bulan ini. Zack sering datang ke studioku dan mengajakku mengobrol meski aku lebih banyak diam dan fokus latihan. Terkadang ia juga sibuk memotretku menggunakan ponselnya. Aku tidak sekagum itu padanya. Aku sendiri heran kenapa ia mau saja dikambinghitamkan dua manajemen gila ini padahal ia tidak pernah melakukan kekerasan itu. Menyentuhku saja ia tak pernah. Tak kuizinkan lebih tepatnya. Zack terjun di dunia selebriti sudah tiga tahun sebelum ini, ia tentu sudah tahu seluk-beluk semacamnya. Aku juga mendapat keuntungan, katanya, dari kasus seperti ini aku bisa tahu sejauh mana rasa simpati para penggemarku. Kurasa hampir semua artis berpikir bagaimana caranya agar nama mereka tetap melambung, sebab tenggelam itu menyakitkan.

Terkadang orang yang menganiaya belum tentu bersalah dan justru dikasihani. Film-film remaja yang dibintangi Zack diputar bergantian di dua stasiun televisi dan mendapat rating bagus. Pembahasan soal film horor yang diperankannya—akan dirilis bulan depan—juga wara-wiri di media sosial. Tak sedikit orang yang menghujatnya, tak sedikit pula yang justru simpati padanya. Meski jelas, aku mendapat porsi lebih besar dari itu. Semua sesuai dengan kesepakatan. 

Lihat selengkapnya