Behind The Window

Rayi Nanda Siti
Chapter #11

Tak Seperti yang Dibayangkan

Penyelidikan kembali sedang dalam proses. Dengan kemampuan para polisi yang sudah berpengalaman, mereka pasti bisa mengungkap siapa orang yang tertangkap kamera pengawas saat peristiwa kebakaran terjadi.

Dari semua keterangan yang diperoleh oleh kepolisian, keterangan Pak Jamallah yang dirasa janggal. Pak Jamal mengatakan bahwa pada malam itu, ia berada di rumah sakit menjaga anaknya yang masih dalam perawatan. Ia juga mengatakan bahwa ia sudah ada di rumah sakit sejak pukul 10 malam hingga waktu subuh. Pak Polisi memastikan keterangannya Pak Jamal, dengan datang ke rumah sakit. Menurut keterangan dari pihak rumah sakit tepatnya perawat yang bertugas malam itu mengatakan bahwa Pak Jamal datang ke rumah sakit sekitar pukul 2 dini hari. Biasanya jika ia bekerja shift pagi, malamnya Pak Jamal akan ke rumah sakit sekitar pukul 10 atau 11 malam. Perawat itu juga mengatakan bahwa Pak Jamal saat itu terlihat berbeda. Pak Jamal terlihat kelelahan dan sangat berkeringat padahal malam itu suasana cukup dingin. Perawat itu pikir Pak Jamal sedang sakit, tapi nyatanya Pak Jamal baik-baik saja.

Kecurigaan para polisi semakin menjadi. Tak hanya meminta keterangan pada perawat saja, tapi para polisi pun mengecek kamera pengawas rumah sakit. Polisi meminta rekaman video pada hari di mana peristiwa kebakaran terjadi dan jam-jam yang menunjukkan Pak Jamal tiba di rumah sakit. Ternyata apa yang dikatakan oleh perawat itu benar. Pak Jamal tiba di rumah sakit sekitar pukul 2 dini hari. Hal mengejutkan lainnya ialah, Pak Jamal seperti membuang sesuatu ke tong sampah. Melihat itu, polisi pun menyusuri tempat sampah itu. Ditemukanlah pakaian serba hitam dan kupluk alias penutup kepala yang percis terlihat di kamera pengawas Blok D. Tidak diragukan lagi bahwa Pak Jamal terlibat dalam peristiwa kebakaran.

Di lain tempat.....

Dengan adanya penyelidikan kembali ini membuat Pak Jamal khawatir. Ia takut apa yang ia lakukan akan segera terungkap. Terlihat dari wajahnya, ia merasa menyesal. Mengapa saat itu ia terpancing amarah yang memutuskan untuk melakukan hal bodoh. “Bagaimana kalau aku ditangkap? Bagaimana istri dan anakku?”gumamnya dalam hati. “Apakah aku harus menyerahkan diri? Agar hukumannya tidak terlalu berat?

Pikirannya mengenai ‘menyerahkan diri’ sepertinya serius ia lakukan. Sebelum melangkahkan kaki keluar rumah, ia memandang istrinya dan anaknya yang sekarang sudah berada di rumah. Dalam hati ia menangis tak tega meninggalkan anak dan istrinya sendiri di rumah. “Maafkan aku sayang!” bisiknya pada Sang istri yang masih terlelap tidur dan mengusap kepala anaknya. Ia pun berjalan keluar kamarnya dan dengan yakinnya ia berjalan menuju kantor polisi.

Setibanya di kantor polisi, Pak Jamal langsung menceritakan apa yang sedang ia lakukan. Padahal polisi yang menangani kasus kebakaran itu sedang bersiap untuk pergi mencari Pak Jamal. “Lapor Pak! Ada orang yang mengaku sebagai pelaku yang terlibat dalam peristiwa kebakaran kemarin, Pak!” polisi yang menerima pengakuan Pak Jamal melapor. Mendengar hal itu polisi yang menangani kasus kebakaran langsung menemui Pak Jamal.

“Bawa keluar pelaku pertama kebakaran dan bawa ke sini!” perintahnya. “Kami sebenarnya sudah tahu bahwa anda terlibat dalam kasus kebakaran kemarin dan rencananya sekarang kami akan menjemput anda,” kata polisi tersebut. Pak Jamal masih tertunduk. “Saya mengapresiasi anda karena ada mau mengakui kesalahan dan berani menyerahkan diri. Tindakan anda ini bisa meringankan hukuman anda,” tambahnya.

Tak lama kemudian, polisi yang diperintahkan untuk membawa si pelaku kebakaran akhirnya berada di ruangan yang sama dengan Pak Jamal. “Pak Adul, apakah anda kenal dengan orang ini? “ tanya polisi pak Pak Adul.

“Tidak, Pak! Saya tidak tahu siapa dia!” jawab Pak Adul. Pak Adul terus memerhatikan wajah orang yang tertunduk. Walaupun kurang jelas, tapi ia merasa pernah bertemu dengannya.

“Oh iya! Saya pernah melihat orang itu di salah satu warung dan dialah yang selalu memergokiku saya ketika saya sedang mengintip di komplek itu,” Pak Adul berbicara lagi.

“Pak Jamal, bisa jelaskan pada kami, kenapa anda bisa terlibat dalam kasus ini? Anda juga terlihat membantu Bapak ini,” tanya polisi pada Pak Jamal sambil menunjuk pada Pak Adul. “Padahal anda tidak mengenal dia,” lanjut Pak Polisi.

Perlahan Pak Jamal mengangkat kepalanya dan bersiap untuk menjelaskan semuanya. “Jujur, awalnya saya tidak memiliki niat untuk melakukan hal bodoh itu, tapi karena rasa amarah dan sakit hati terhadap Pak Diki, saya memanfaatkan apa yang orang itu akan lakukan. Seolah-olah, saya membantu dia dalam melakukan aksinya,” jelas Pak Jamal.

“Lalu, kenapa anda bisa tahu apa yang di lakukan orang ini?” Pak Polisi mengajukan pertanyaan lagi.

“Saya bisa tahu karena pada saat orang ini sedang mengintip, orang itu berbicara sendiri bahwa ia akan memberikan pelajaran pada Pak Diki. Mendengar hal itu, niatnya saya akan memberikan informasi pada saat pergantian shift kerja nanti agar meningkatkan penjagaan dan kewaspadaan, tapi niatan itu hilang karena amarah saya ,” jawab lagi Pak Jamal.

Polisi terus menanyai Pak Jamal dengan berbagai pertanyaan terkait peristiwa kebakaran kemarin. Dari semua keterangan yang sudah diberikan Pak Jamal, kepolisian memutuskan untuk menahan Pak Jamal. Keputusan itu juga diinformasikan pada Jessy. Ia dan keluarganya sangat terkejut dan tidak menyangka Pak Jamal akan terlibat dalam peristiwa kebakaran tersebut. Jessy dan Papanya pergi ke kantor polisi untuk menemui Pak Jamal.

Ketika mereka tiba di kantor polisi dan menanyakan Pak Jamal. Ternyata Pak Jamal sudah berada di balik jeruji. Walaupun mereka tidak melihat langsung keberadaan Pak Jamal di penjara, tapi petugas kepolisian yang menerima merekalah memberitahukan hal itu. Mereka bertemu dengan Pak Jamal di sebuah ruangan yang kosong di mana ada sebuah kaca pembatas membelah ruangan itu. Jessy dan Papa hanya bisa berbicara dengan Pak Jamal di balik kaca itu. Sedih rasanya melihat Pak Jamal yang tertunduk masuk ke dalam ruangan itu dan melihat kedua tangannya di borgol.

Jessy dan Papa menanyakan kabarnya dan bertanya kenapa ia bisa melakukan ini dan terlibat dalam peristiwa kebakaran itu. Pak Jamal dengan berbesar hati menceritakan semuanya hingga pada saat ia dicaci maki oleh Om Diki.

“Harusnya Pak Jamal lebih sabar dan tidak memedulikan omongan om Diki!” ucap Jessy menyesalkan perbuatan Pak Jamal.

 “Sudahlah ini semua udah terjadi! Bapak mau tidak mau harus mempertanggung jawabkan perbuatan Bapak!” kata Papa.

“Oh iya Pak! Bolehkah saya meminta tolong lagi?” tanya Pak Jamal. “Selama saya hidup dan mampu, saya akan bantu!” jawab Papa.

“Tolong titip istri dan anak saya, selama saya ada di sini dan sampaikan maaf saya bagi semua penghuni Blok D dan tentunya juga Pak Danu,” kata Pak Jamal sepenuh hati.

 “Baik, Insya Allah, saya akan lakukan apa yang Bapak minta dan saya berharap dengan adanya Pak Jamal di sini bisa membuat Pak Jamal berpikir bahwa yang Bapak lakukan itu salah dan cobalah untuk lebih sabar,” saran Papa.

“Maaf waktunya sudah habis!” seorang sipir yang berdiri di belakang Pak Jamal menyudahi pembicaraan mereka. Jessy dan Papa tidak langsung pulang tapi menemui polisi yang menyelidiki kasus ini.

Lihat selengkapnya