Behind The Window

Rayi Nanda Siti
Chapter #12

Hilangnya Dua Bocah

Beberapa bulan berlalu setelah penangkapan Pak Jamal. Kondisi komplek kami aman terkendali. Namun baru-baru ini muncul berita bahwa ada orang yang mengaku direndahkan oleh Om Diki. Tersebar video yang mana Om Diki di video itu sedang melemparkan sejumlah uang kepada seorang satpam. Video itu ramai dibicarakan orang-orang.

Media-media pemberitaan banyak datang ke kediaman Om Diki. Para pengikut Om Diki di media sosial banyak yang memberikan komentar jahat padanya. Para public figure yang satu profesi dengan Om Diki sangat menyayangkan kelakuannya. Tak jarang banyak yang menyindir dia di media sosial.

“Di depan umum sok baik sok peduli. Eh di belakang layar kelakuan kaya orang enggak pernah sekolah!” Seperti itulah rata-rata sindirannya. Bahkan orang-orang komplek juga mengucilkan keluarga Om Diki.

“Pah! Kok jadi kaya gini sih! Mama malu, Pah! Malu!” teriak istri Om Diki. “Emang gue enggak malu! Eh! Lu harusnya bantuin gue, bukannya uring-uringan kaya gitu!” Om Diki juga balas meneriaki istrinya.

“Mau bantu gimana? Orang itu jelas lu! Kelakuan lu bikin malu! Kasian noh anak-anak lu! Kayak kagak sekolah lu!” keduanya masih beradu argumen. “Bisa-bisanya lu ngomong kaya gitu ama laki lu sendiri! Dasar istri enggak tahu diri!” dengan mudahnya tangan Om Diki menampar istrinya.

Saat itu anak-anak Om Diki melihat pertengkaran orang tuanya. Mereka pun melihat Ibu mereka dipukul di depan mereka. Mereka hanya bisa menangis menatap dari tangga rumah melihat perilaku orang tua mereka sambil berpelukan.

Om Diki merasa dirugikan, nama besarnya tercoreng. Ia berniat melakukan apa saja agar nama baiknya kembali bersinar. Ia membuat video klarifikasi di akun media sosialnya, “Saya ingin memberikan klarifikasi bahwa benar yang ada di video itu adalah saya. Tapi kejadiannya tidak seperti yang kalian bayangkan. Saya terlihat seperti melemparkan uang ke arah satpam itu. Kejadian sebenarnya adalah ketika saya ingin memberi uang, tangan Si satpam tidak tahu akan diberi uang, jadi reaksi satpam itu tidak pas. Kesannya seperti saya yang melemparkan uang. Saya sangat menyayangkan komentar-komentar Netizen kepada saya. Komentar-komentar jahat kalian sangat mempengaruhi psikologi saya beserta keluarga saya. Saya dikucilkan di daerah tempat tinggal saya, bahkan anak-anak saya sering dibully oleh teman-temannya di sekolah. Jadi, saya mohon hentikan komentar jahat kalian. Apa yang kalian pikirkan tentang saya itu tidak benar. Ini bisa disebut pencemaran nama baik, tapi saya memaafkan dan tidak akan melaporkan pelaku penyebaran video ini dan yang telah memfitnah saya ke kantor polisi. Terima kasih,” Om Diki memberikan beberapa kata untuk mengklarifikasi kabar miring tentangnya. Dalam video tersebut ketika membahas keluarga, ia menangis. Ia merasa dengan adanya kabar miring ini membuat keluarganya mendapatkan perilaku buruk dari orang lain.

Video klarifikasi ini sepertinya berhasil membuat nama baik Om Diki perlahan membaik. Jutaan penonton dan jutaan orang menyukai videonya bahkan Netizen yang tadinya memberikan komentar jahat, sekarang memberikan dukungan.

“Oh ternyata begitu! Kasihan keluarga dikucilkan!”

“Baik sekali Om Diki mau memaafkan pelaku!”

“Semangat Om Diki!”

Ia juga diundang ke berbagai acara talkshow untuk memberikan keterangan. Di setiap acara ia menyampaikan hal yang sama seperti yang ia sampaikan di videonya. Di setiap acara ia pasti menangis setiap kali mengungkit keadaan keluarganya.

“Pak, sepertinya video klarifikasi itu berhasil? Bapak sudah mendapatkan kembali nama baik Bapak,” kata asisten Om Diki. “Iya gue berhasil buat semua orang bersimpati dan tentunya gue mendapatkan banyak dukungan. Bukan hanya nama baik saja yang kembali tapi aku juga mendapatkan banyak uang dari kejadian ini!” ucap Om Diki dengan tatapan sinis melihat ke arah jendela.

“Tapi, lu tetep harus bisa nangkap satpam dan orang yang nyebarin dan merekam video sialan itu!” perintah Om Diki pada asistennya dengan suara yang perlahan meninggi.

“Baik, Pak! Saya akan segara membawa mereka ke hadapan Bapak! Saya pergi dulu, Pak!” asisten itu meninggalkan ruangan itu.

Saat itu Om Diki dan asistennya sedang berada di sebuah hotel di tengah kota. Ia akan melakukan meeting dengan salah satu stasiun TV untuk membicarakan program baru yang akan dibawakan oleh Om Diki.

“Gue pastikan akan menutup mulut semua orang yang tahu masalah ini!” gumamnya sambil menatap gelas yang ia pegang dan tak lama, ia meremukkan gelas itu.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

“Oh jadi berita itu cuma fitnah dan salah paham doang?” tanya Papa. Jessy  dan Papa sedang berada di ruang keluarga sambil menonton berita TV. Mereka berdua melihat Om Diki sedang diwawancarai perihal berita yang beredar. “Tapi Pah, kok aku ngerasanya Om Diki itu bohong, ya!” kataku tak percaya.

“Jika diperhatikan video yang memperlihatkan Om Diki melemparkan sejumlah uang pada seorang satpam. Aku rasa itu benar adanya, tapi kenapa harus berbohong demi uang dan reputasi? Makin memikirkannya makin membuatku pusing! Bodo amatlah! Sepintar-pintarnya tupai meloncat, pasti akan jatuh juga!” gumam Jessy mencoba untuk tidak memikirkan yang bukan urusanku.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pagi itu, Fatir anak Mas Roy akan pergi ke sekolah. Selama di perjalanan, Fatir menonton video favoritnya. Tak sengaja Fatir melihat video Om Diki yang melemparkan uang ke seorang satpam. Tak lama Fatir melihat video itu, ia segera menutup video itu karena tak begitu menarik. Lagi pula ia juga tidak tahu bahwa dalam video itu ada Om Diki yang sempat membuat geger masyarakat. Ketika ia ingin menutup video itu, perhatiannya teralihkan kembali ke video itu. Matanya ia buka lebar-lebar dan memerhatikan dengan seksama. Ia seperti sedang memastikan sesuatu.

Fatir fokus pada sosok satpam yang ada di video itu. “Kayanya orang ini pernah liat deh! Tapi di mana ya?” gumamnya dengan suara cukup pelan namun terdengar oleh sang Ibu, Mbak Tita. “Kenapa Fatir? Orang siapa?” tanya Ibunya menanggapi gumaman sang anak ketika ia sedang berdandan.

“Ini loh Mah! Aku lihat video ini dan aku ngerasa pernah liat orang ini!” kata Fatir sambi memperlihatkan videonya pada Ibunya. “Ya ampun Fatir! Kamu enggak boleh liat video ini! Enggak baik!” Mbak Tita terkejut.

“Aku enggak sengaja Mah! Tiba-tiba muncul aja videonya!” ungkap Fatir. “Pokoknya kamu jangan ikutin apa yang kamu liat di video itu ya, Nak!” Mbak Tita memberi tahu Fatir dengan suara yang lembut sambil mengelus-elus kepala Fatir.

“Tapi Mah, aku pernah liat orang yang mirip satpam itu!” Fatir mengatakan lagi soal itu. “Ah kamu mimpi kali! Udah enggak usah dipikirin ya! Ayo siap-siap bentar lagi nyampe sekolah, Nak!” Mbak Tita tidak memedulikan omongan anaknya dan malah mengalihkan ke hal lain. “Iya mah!” jawab Fatir lesu.

Fatir pulang sekolah sekitar pukul 11.00 siang. Saat itu ia belum dijemput oleh ibunya. Ibunya mengirimi pesan pada gurunya bahwa Ibunya akan telat menjemput karena akan menjemput Papanya, Mas Roy terlebih dahulu.

Fatir menunggu di sekolah bersama Nugie anak Om Diki. Nugie pun sama, orang tuanya telat menjemput. Mereka berdua bermain-main di lapangan sekolah. Sekitar dua jam mereka menunggu orang tua mereka. Mereka bermain hingga bosan dan sekolah pun sudah sepi. Hanya tersisa wali kelas mereka yang berada di ruangan guru.

Ketika mereka sedang duduk-duduk di pinggir lapangan sekolah, seseorang memanggil Nugie dengan suara berbisik, “Nugie! Nugie!” sambil melambai-lambaikan tangan menandakan agar Nugie segera menghampiri orang itu. “Siapa mereka Gi?” tanya Fatir. “Enggak tahu!” jawab Nugie bingung. Dua anak itu beranjak dan menghampiri orang itu.

“Om siapa?” tanya Nugie sambil mengerutkan keningnya. “Om disuruh Papa untuk jemput Nugie! Ayo pulang,” kata orang itu yang memakai baju merah dan topi hitam serta memakai masker. “Duh, om kita mau tanya guru kita dulu! Ayo Gi!” ajak Fatir yang sepertinya curiga dengan orang itu. Ia juga ingat pesan orang tuanya jika ada orang asing yang mencoba mengajak atau menjemputnya, ia harus menolak ajakan orang itu.

Dugaan Fatir benar, orang itu orang jahat. Dia berniat menculik. Dengan cepat orang itu meraih dua bocah itu dan menempatkan sesuatu pada hidung dan mulut mereka dan seketika dua bocah itu pingsan. Tak sempat keduanya berteriak dan berontak.

Lihat selengkapnya