BEING MRS. SATYANEGARA

Pink Unicorn
Chapter #8

Chapter 7

WIDY

"Widy!" panggil Erwin setengah berteriak kearah gue.

Terdengar langkah kakinya yang berlari.

"Berisik tahu," ujarku begitu ia sudah berjalan disampingku dalam keadaan ngos-ngosan.

"Ya elo kenapa nggak berhenti waktu gue panggil?" protes Erwin.

"Biar elo olahraga," jawabku dengan muka meledek.

Erwin memicingkan mata.

"Untung lu cakep, Wid!" ujarnya yang membuat gue tertawa.

"Eh lo udah tahu belum?" tanya Erwin dengan mata membesar.

Ciri khas ia akan membagi salah satu gosip yang ada di rumah sakit ini.

"Apa?" tanggapku setengah hati.

"Pasien anak yang namanya Jeff yang ditanganin dokter Tristan sama dokter Zidane itu ternyata anak mantannya dokter Zidane!" ujarnya ekspresif.

Langkah gue terhenti.

"Hah!? Serius lo!?" seruku menyadari bahwa setelah Na, aku masih punya lawan lainnya.

Erwin tersenyum lebar. Senang melihat ekspresi terkejutku.

"Iya! Satu RS juga udah tahu. Kalo dokter Zidane ditinggal kawin sama dia," ujar Erwin.

Baguslah!

Setidaknya kenangan Zidane bersama ibunya Jeff buruk. Jadi mungkin tak ada lagi cinta yang tersisa.

Aku melanjutkan langkahku. Ada beberapa rekam medis, salah satunya milik Jeff yang diminta dokter Tristan untuk diserahkan ke dokter Zidane.

"Yaelah, Wid! Kenapa jalan lu cepat banget sih!" kesal Erwin yang mengejarku masuk lift.

Aku hanya nyengir.

"Ya siapa suruh lo kejar gue? Emangnya lu nggak ada tugas lain? Bukannya lu ada tugas di IGD?" ujarku.

"Bawel lu, kayak dokter Zidane," cibir Erwin.

Aku kembali tertawa. Lalu keluar dari lift yang pintunya sudah terbuka. Lantai 7. Ruangan dokter Zidane berada. Erwin masih membuntutiku dibelakang. Ia mengejarku agar langkah kami sama.

"Berarti gue jodoh sama dokter Zidane dong," ujarku yang dalam hati aku amini sendiri.

Erwin berdecak.

"Kayaknya enggak deh. Tuh lihat!" seru Erwin membuat langkahku terhenti lalu melihat kearah telunjuk kirinya yang menunjuk sesuatu. Kedua mataku membelalak melihat sosok Na sedang berdiri didepan suster yang berjaga di resepsionis lantai 7. Tidak sulit mengenali Na. Karena pada dasarnya, Na memang selalu bersinar.

Kok bisa Na kemari?

Apa terjadi sesuatu pada Tante Sheila sampai pagi-pagi Na harus ke rumah sakit? Atau ada sesuatu yang lain ... Enggak! Nggak mungkin! Bukankah Papa sudah mengatakannya pada Na, kalau aku menyukai Zidane? Lantas mengapa Na yang biasanya akan langsung mengambil langkah seribu untuk menghindar dari apapun yang menyangkut aku dan mama kini muncul di lantai 7 dengan senyum cerah yang tak ingin aku tahu alasan dibaliknya?! Apa Na sengaja?!

"Wid, kenapa bengong!?" tegur Erwin mengaburkan lamunanku.

"Oh enggak ..." sanggahku.

"Cantik banget sih ya. Lu aja yang cewek sampai bengong gitu," tukas Erwin.

"Ah enggak! Biasa aja!" seruku berkilah.

"Kayaknya dokter Zidane balikan deh sama mantannya, atau memang nggak pernah putus?" gumam Erwin sambil mengelus dagunya.

Ada gemuruh dihatiku.

"Mantannya cakep banget kayak gitu. By the way, gue pengen tanya deh sama dokter Zidane punya amalan apa sampai bisa punya cewek kayak gitu," tambah Erwin.

Aku menghela napas. Mencoba mengatur perasaanku agar Erwin tidak perlu tahu apapun. Berbalik masuk kedalam lift yang kebetulan terbuka.

"Eh, Wid! Lo mau kemana!? Nggak jadi kasih rekam medisnya???" tanya Erwin sambil mengejarku yang sudah masuk kedalam lift.


NA

"Pagi"

"Pagi. Ada yang bisa saya bantu?" tanya suster didepanku.

Aku tersenyum.

"Dokter Zidane sudah datang?" tanyaku.

"Oh kalau dokter Zidane belum datang. Sebentar lagi mungkin. Ada janji?" tanya balik suster.

Aku menggeleng. Lalu menaruh tas berisi bekal sarapan keatas meja resepsionis.

"Titip ini buat dokter Zidane. Bilang dari pacarnya," ucapku membuat suster agak kaget namun tersenyum kemudian.

"Siap."

"Terima kasih ya," ucapku lalu pergi menuju lift yang akan membawaku ke lantai 1. Setelah sampai di lantai 1, aku berjalan keluar gedung rumah sakit menuju parkiran.

"Na!" panggil seseorang yang membuatku menoleh.

Rahangku menegang melihat sumber suara yang memanggilku.

"Widy," bisikku sendiri.

Why she has to destroy my good mood in this early morning?

Widy berjalan menghampiriku. Raut wajahnya kesal. Dan jujur aku tidak ingin tahu penyebabnya.

"Kamu ngapain pagi-pagi kemari?" tanya Widy tanpa basa-basi.

Oh ... Rupanya dia melihatku dilantai 7, tempat dimana ruangan Zidane berada. Kalau begitu sekalian saja.

"Antar sarapan buat pacar," jawabku membuat rahang Widy menegang. Matanya nanar menatapku. Jelas ia marah.

"Pa-car?" gumamnya.

Aku mengangguk dengan tangan terlipat dada.

"Ya," jawabku singkat.

Aku menatap jam tangan dipergelangan tangan kiriku.

"Udah kan? Gue cabut dulu," jawabku lalu berbalik.

"Lo tuh nggak pantas buat Zidane," tandas Widy tanpa tendeng aling-aling sukses menyulut emosiku.

Aku menoleh dan menatapnya nanar.

"Maksudnya?"

Aku mencoba sabar. Widy melipat tangannya di dada sambil tersenyum sinis.

"Zidane itu anak dari Arya Satyanegara, dokter jantung legendaris di Indonesia. Keluarganya harmonis, utuh dan tanpa cela. Nggak pernah punya skandal. He deserves better, Na. Not someone like you," tukas Widy dengan ekspresi angkuh.

Dadaku sesak dengan kemarahan yang tengah aku tahan ini. How could she said that words to me!?

"Someone like me? Maksudnya?" tanyaku lagi dengan mata yang bahkan tak ingin berkedip.

Lihat selengkapnya