Bekas Luka

Papp Tedd
Chapter #8

Delapan

Minggu, 18 Desember 2022

 

Tampaknya, sebagian manusia tak lagi mengkhawatirkan ancaman dari virus Covid-19. Banyak di antara mereka yang keluar rumah dengan bebas walaupun sebagian ada yang masih menggunakan masker. Tempat-tempat seperti: bioskop, taman, hotel, pusat perbelanjaan, cafe, dan restoran sudah diisi keramaian.

 

Sejak berangkat tadi pagi, aku melihat di jalanan orang-orang yang sedang lari. Selanjutnya, di taman-taman dan restoran disinggahi para pengunjung. Hal ini menimbulkan kemacetan di ruas jalan-jalan utama. Kejadian itu setidaknya membuat mood-ku sedikit berantakan.

 

Entah mau ke mana mereka. Di waktu libur seharusnya orang-orang menikmati istirahatnya di rumah. Belum lagi banyak kendaraan roda empat dari luar kota yang memadati jalan sehingga aku terlambat ke tempat kerja. Itu sebabnya aku dan hari Minggu tidak memiliki hubungan yang harmonis.

 

Setiap Minggu ada saja peristiwa yang terjadi. Khusus saat ini yang membuat mood-ku berceceran bukan kemacetan saja. Naufan pulang ke Lumajang dan Tryan ... menghilang. Dua pria yang sedang dekat denganku-mereka pergi. Kepergian lelaki berdarah Jawa itu tak begitu melukai hatiku. Berbeda dengan Tryan.

 

Diamnya sungguh tak biasa-melebihi 24 jam. Spekulasi bermunculan di benakku. Apakah dia menyerah atau sikapku semalam keterlaluan dan melukai hatinya. Akan tetapi, bisa saja dia masih sibuk di Majalaya. Aku harus yakin dan percaya bahwa Tryan tak 'kan ke mana-mana.

 

Tak pernah kusangka kesalahpahaman yang terjadi di antara kami bertiga justru berujung kepergian. Tidak hanya satu, tetapi dua pria itu langsung memutuskan untuk hengkang. Apa memang semua ini bersumber dariku. Aku yang tak bisa tegas kepada Tryan sehingga dia beranggapan bahwa hubungan kami mungkin spesial.

 

Sementara Naufan, sejatinya dia hanya pendatang dan tak tahu apa-apa. Namun, dia merasa harus bertanggung jawab atas kisruh yang terjadi di antara Tryan dan aku. Deh ... adakah asmara orang lain di luar sana yang lebih rumit dariku.

 

"Hana, setiap Minggu kamu selalu begini. Tuh, mending lihat orang-orang di jalanan!" suruh Ririn.

 

"Nggak tahu, lemes banget hari ini, tuh. Rin, apa aku emang nggak pantes diperjuangkan atau dicintai?" tanyaku.

 

"Heh, ngomong apa kamu?" sentaknya.

 

"Habis, perasaan semua cowok tega banget sama aku." Aku meringis.

 

"Coba, deh, next time kalo ada yang serius langsung terima aja, Han," sarannya.

 

"Dimas juga kemaren gitu, Rin," jawabku.

 

Lihat selengkapnya