Bekas Luka

Papp Tedd
Chapter #10

Sepuluh

Selasa, 20 Desember 2022

 

Pukul 05.12, usai salat Subuh aku membantu Ibu menjaga warung. Orang tuaku belanja sekitar pukul 01.00-02.00 dini hari di Pasar Ciroyom. Mereka membeli dalam jumlah banyak dan terkadang melayani jika ada pembeli yang memesan menu khusus seperti: belut, daging sapi, atau hal yang tak dijual secara umum di warung.

 

Sayuran tersusun rapi dipisahkan dari lauk dan ikan asin. Aku lupa terakhir kali membantu beliau jualan begini. Usaha kami sempat break karena Covid-19, beruntung Ibu pandai mengatur keuangan dan memiliki tabungan. Pukul 05.34, kami kedatangan pembeli pertama.

 

"Eh, Neng Hana. Lawas tilawas meuni awis tepang. Sehat, Neng?" tanya Mama Hafidz.

 

"Alhamdulillah, Mama Hafidz. Nggak dibawa, ya, Hafidz?" Aku menanyakan bocah lelaki yang kini berusia 5 tahun.

 

"Ah, masih tidur dia mah!"

 

Seiring waktu berjalan, makin banyak ibu-ibu berkumpul di warung dan memilih menu untuk dimasak. Jika di sini, biasanya mereka menyebut diri masing-masing sesuai nama anak pertama. Mama Hafidz, Mama Oca, Mama Rara, Mama Dinda, dan masih banyak mama-mama lainnya.

 

"Euleuh, udah rame di sini. Hei, jangan dihabisin bayamnya. Suami aku pengen bayam!" teriak wanita dari arah selatan.

 

"Loh, ada Hana rupanya." Wanita yang berteriak itu adalah Mama Bisma.

 

"Apa kabar, Bu?" tanyaku.

 

"Baik, baik. Eh, mumpung ada di sini sekalian saya mau nanya. Itu yang pake mobil merah siapa, Hana. Udah berapa hari ini suami ibu lihat kamu dianterin sama dia." Spontan semua melihat ke arahku setelah Mama Sofia mengatakan itu.

 

"Wah, Ibu Jia mau ngunduh mantu lagi, nih, roman-romannya," kata Mama Rara.

 

Aku berdeham, lalu menjelaskan bahwa mobil merah itu milik temanku. Semua termangut entah mereka percaya atau tidak. Hanya Ibu yang fokus melayani pembeli dan menghitung total belanjaan. Aku tak sanggup berada di sini lagi dan memutuskan untuk ke rumah Teh Dewi.

 

Aku tiba di rumah berpagar cokelat. Wanita berdaster kencana ungu tampak di halaman sedang menyiram tanaman. Aku mengucap salam dan dijawab olehnya. Dia membuka pagar, kemudian kami masuk. Aku mengendap-endap saat menuju ruang tamu.

 

"Kenapa, Hana? Di sini cuma ada Teteh sama Galih," ungkap Teh Dewi.

 

"Tryan ... nggak ada, Teh?" tanyaku.

 

"Kemarin sore dia berangkat. Katanya ada acara." Teh Dewi ikut duduk bersamaku.

Lihat selengkapnya