Bekas Luka

Papp Tedd
Chapter #12

Dua Belas

Sabtu, 24 Desember 2022

 

Kami menikmati malam di sebuah tempat makan lesehan. Berlokasi di Punclut, pemandangan yang disajikan benar-benar memanjakan mata. Namun, bagi yang tak tahan cuaca dingin harus membawa mantel tambahan atau bernasib seperti Naufan saat ini. Pria itu menggigil akibat hawa di puncak gunung.

 

Aku sengaja mengajaknya kemari sebab bosan dengan hiruk-pikuk suasana kota. Di wilayah ini, sangat sejuk, tenang, dan damai.

 

"Hana, ada yang ingin aku katakan," ujarnya sembari menggeretakkan gigi.

 

"Mas, nanti aja atuh ngobrolnya kalo dingin. Mau teh hangat?" tawarku.

 

"Nggak Hana ini penting." Naufan menstabilkan tubuhnya untuk melawan rasa dingin.

 

Pria itu berpikir saat kemarin mengajakku jalan di malam minggu, dia akan kubawa ke suatu tempat yang indah. Naufan ingin aku menentukan lokasi untuk kami menghabiskan waktu berdua. Tak disangka olehnya akan ada di sini dan melawan rasa dingin.

 

Aku hendak makan, tetapi Naufan memegang tanganku. Dia ingin aku mendengarkan apa yang akan disampaikan olehnya.

 

"Hana, sejak pertama bertemu kamu di kedai minuman, hati saya merasakan sesuatu. Kemudian, saat kamu berdebat dengan Tryan saya pikir, 'oh, mungkin dia sudah memiliki kekasih.' Tapi, secercah harapan itu datang lagi saat kamu menjelaskan siapa pria itu," katanya.

 

"Lalu?" Naufan masih menggenggam tanganku.

 

"Hana, sejak Tryan pergi dan kamu mengalami ketakutan, takut kehilangannya. Jujur saja, saya ingin berkata, 'ada aku di sini yang nggak akan pernah pergi.' Mungkin, ini terkesan buru-buru. Tapi, saya nggak bisa nunggu lagi." Naufan menunduk.

 

"Hana, saya ingin menikahimu. Maukah kamu menerima lamaran saya?"

 

Sorot matanya tampak memiliki makna. Tak kuduga Naufan mengatakan hal itu. Aku kira dia ingin kami berpacaran, tetapi justru lebih dari itu. Andai Bapak dan Ibu tahu, betapa senangnya mereka malam ini. Namun, keceriaan itu tak berlaku bagiku.

 

Ungkapan yang terucap dari mulut Naufan membuat luka lama kembali. Dalam lubuk hatiku terdalam ingin kupeluk tubuhnya dan membisikkan satu kata di telinganya. Akan tetapi tak semudah itu. Bagaimana jika dia tak hadir di pesta pernikahan kami layaknya Dimas.

 

Sanggupkah aku mengalami kegagalan untuk kedua kalinya. Naufan, seandainya kami bertemu lebih awal. Aku tidak perlu mengenal Dimas ... Tryan. Argh!

Lihat selengkapnya