Bekas Luka

Papp Tedd
Chapter #21

Dua Puluh Satu

Minggu, 08 Januari 2023

 

Pukul 00.10, aku masih terjaga. Di rumah, dekorasi masih terpasang dan kini ada stan makanan yang disusun di sudut sebelah kanan. Aku melongok dari jendela, di halaman banyak bapak-bapak yang menunggu sambil menyaksikan acara lewat layar lebar. Ya, Mas Naufan ingin hiburan tambahan berupa wayang golek nanti malam.

 

"Yank." Lirih suaranya memanggil, diikuti derit engsel pintu yang kini terbuka.

 

"Mas," sahutku.

 

"Hmm ... nggak apa-apa Mas manggil gitu?" tanyanya.

 

"Mas ..." Aku melangkah ke arahnya, "Mas itu suami aku, masa manggil Yank nggak boleh." Aku tersenyum.

 

"Terus, kenapa belum tidur, Yank?" tanyanya.

 

Aku mengajaknya duduk di ranjang, "Mas, sebenarnya ada yang mau aku tanyain." Aku menggenggam erat tangannya.

 

Mas Naufan mengangguk sementara aku mengatur kata-kata sebaik mungkin agar dia tidak tersinggung lagi. Aku menanyakan kehadiran dan keikutsertaan Tryan di acara pernikahan kami. Mengapa semua terkesan mendadak dan tak ada informasi sebelumnya. Aku menduga bahwa MC sudah masuk dalam layanan Wedding Organizer.

 

MC memang disediakan oleh pihak WO. Namun, Mas Naufan memilih menggunakan jasa Tryan. Selain itu, dia ingin memberi kesempatan pada pria itu agar bertemu denganku untuk yang terakhir kalinya.

 

"Bayangin, Yank. Habis kita nikah, terus dia depresi dan bunuh diri. Terus gentayangan gangguin kita. Ngeri, yo, kan. Itu alasan Mas ngundang dia. Biar dia juga nggak ngusik lagi kehidupan kita," jawabnya.

 

"Aku cuma syok aja, kenapa Mas nggak bilang sama aku dulu," ungkapku.

 

"Yo, maafin Mas. Mas tahu salah, cuma kalo bilang pasti marah dan nggak kasih izin. Ya, toh!" Mas Naufan mencolek daguku.

 

"Mmm ... ya." Aku tersipu

 

"Jadi, gimana?"

 

Kerlingan mata nakalnya terus memandang kepadaku. Tatapannya yang sedalam samudra itu merayu dan melemahkan imanku. Aku menelan liur, benteng kokoh yang kubuat tak lama lagi ambruk dan semua itu karenanya. Kami terlibat kontak mata dan seolah-olah mempunyai pikiran yang sama.

 

"Surabi haneut aduh akang mangga cobian!"

 

Kami spontan saling menjauhkan bibir. Tiba-tiba lagu daerah Surabi Haneut berdendang dengan volume maksimal.

 

"Leutikan, Ujang!" Kami mendengar teriakan.

 

"Nggak akan bener, Yank. Tidur, yuk. Eksekusinya nanti aja kalo udah hening," bisiknya.

Lihat selengkapnya