Bekas Luka

Papp Tedd
Chapter #22

Dua Puluh Dua

Rabu, 11 Januari 2023

 

Tiga hari berlalu sejak pernikahanku. Pakde Salim dan Bude Sri sudah kembali ke Surabaya sejak Senin. Mas Naufan telah melunasi 50 persen biaya pernikahan ke Vita Wedding Organizer. Dia juga telah check out dari hotel bertepatan dengan kepulangan paman dan bibinya.

 

Tiga hari di rumah, semua baik-baik saja. Mas Naufan pun lebih dekat dengan Bapak saat ini karena mereka mempunyai satu kesamaan, pencinta burung. Hubungannya bersama keluargaku terbilang bagus. Dia juga sering diajak main oleh Zidan, tampaknya sosok lelaki yang penyayang terhadap anak kecil.

 

Ada satu hal yang sebenarnya menggangguku hingga saat ini. Ponsel miliknya tak henti berdering. Adapun Mas Naufan mengangkat telepon, dia menjauh dari kami bahkan aku. Seolah-olah ada rahasia yang tidak boleh kami ketahui. Aku pernah menanyakan sekali terkait siapa penelepon itu, tetapi jawabnya hanya sebatas orang iseng.

 

Pikirku, bukankah dia mempunyai bisnis properti. Siapa tahu ada yang berniat membeli atau menyewa salah satu bangunan miliknya entah itu rumah, tanah, ataupun ruko. Lumayan uangnya, 'kan, seandainya calon pembeli tertarik. Sebab aku yakin pernikahan kami kemarin sangat menguras kantongnya dan menguras energinya.

 

Seperti siang ini, pulang dari masjid wajahnya tampak murung. Tak ada senyuman terpancar di wajah tampannya, bak benang kusut.

 

"Pulang dari masjid, kok, murung?" Aku duduk bersamanya di teras.

 

"Sayang, kita harus secepatnya pindah ke Lumajang. Banyak yang mau lihat-lihat ruko sama rumah, tapi Mas masih di sini, 'kan," ungkapnya, lalu mengusap wajah.

 

"Ya, Mas. Nanti aku bicara sama Bapak dan Ibu, ya," imbuhku.

 

"Loh, kok, kamu, Yank. Mas yang bicara. Lah, wong, Mas yang mau bawa, kenapa kamu yang ngobrol sama Ibu Bapak. Tanggung jawab Mas itu!" sergahnya.

 

"Nanti aja kalo udah santai, ya, ngobrolnya," saranku, "emang rencananya kapan kita ke sana, Mas?" tanyaku.

 

"Kalo bisa besok atau ... lusa, Yank."

 

Mas Naufan menyayangkan pula jika rumahnya terlalu lama ditinggalkan. Hanya ada Bahar yang menjaga rumah. Dia hanya menitipkan pada orang kepercayaannya. Selain itu, ada Ibu Anita yang mempunyai usaha laundry di sana yang juga ikut diberi amanah untuk menyampaikan kepergiannya jikalau ada petugas atau RT RW yang datang.

 

Aku sebagai istri hanya mengikutinya saat ini. Apa pun keputusannya selama itu dinilai terbaik, maka sepenuhnya aku mendukung. Mas Naufan masuk ke rumah untuk beristirahat, sementara aku pamit untuk membantu Ibu di warung. Teman-teman sebayaku banyak yang mengucapkan selamat bahkan mereka meminta tips bagaimana mendapatkan pria tajir, ketika aku sedang berjalan kaki.

Lihat selengkapnya