Minggu, 22 Januari 2023
Aku beradaptasi dengan kondisi di Lumajang sejak pindah kemari. Cuaca yang panas hingga membuatku mandi lebih sering setiap harinya. Belum lagi tetangga-tetangga di sini tampak senang mengurung diri. Pukul 10.30, di hari Minggu sudah sangat jelas apa yang terjadi di lingkunganku.
Sejak menikah pun aku merasa jenuh karena tak pernah keluar rumah. Keseharian lagi-lagi diisi dengan masak, mencuci baju, menyetrika, dan membersihkan rumah. Kegiatan hari ini, aku ingin memilah-milih barang yang tidak dipakai untuk kemudian ditaruh di gudang.
Figura-figura yang berjajar di atas meja kubersihkan dari debu. Tak lupa bagian dalam laci kurapikan sebab sangat berantakan. Di laci lemari televisi, tersimpan banyak map. Pikirku, mungkin itu sertifikat tanah atau bangunan milik Mas Naufan. Aku tak membuka setiap map-hanya menyusunnya agar lebih mudah dicari.
Sebuah kertas putih terjatuh di lantai. Aku memasukkan dokumen lebih dahulu, lalu meraih benda putih berbentuk persegi panjang-seperti foto.
"Cynthia Anisabella?" Aku mengernyit ketika membaca nama itu.
"Yank, kamu ngapain?" Mas Naufan menegurku.
"Ohh, aku lagi beresin laci, Mas. Ini ada yang jatuh." Aku menunjukkan benda yang ada di genggaman.
Mas Naufan secepat kilat merebut benda itu dariku. Dia buru-buru memasukkannya ke laci, lalu tampak sibuk mencari sesuatu. Tiba-tiba dia mengunci laci yang baru saja kubersihkan. Gelagatnya benar-benar membuat otakku berpikir keras.
"Mas, apa lagi yang Mas sembunyikan dari aku?" tanyaku.
"Bukan apa-apa, Yank. Cuma jangan buka-buka laci, ya, takut ada yang hilang. Dokumen semua itu, bahaya," ungkapnya.
"Mas nggak ngumpetin sesuatu lagi, 'kan?" selidikku.
"Nggak, kok, Yank. Ya, udah Mas berangkat dulu, ya. Takut ditungguin."
Mas Naufan mencium keningku, lalu pergi. Suamiku makin hari menunjukkan sikap yang tak biasa. Dari sosok yang kalem dan romantis, dia kini menjelma menjadi pria misterius yang tampaknya menyimpan banyak rahasia. Mengapa hal seperti ini bisa terjadi.