Bekas Luka

Papp Tedd
Chapter #27

Dua Puluh Tujuh

Selasa, 24 Januari 2023

 

Mas Naufan tidak pulang sejak kemarin. Aku tidak mendengarnya masuk, membuka pintu, atau memarkirkan kendaraan. Dia hanya mengirim pesan akan ke Surabaya untuk bertemu Bude Sri dan Pakde Salim serta kemungkinan menginap di sana. Aku pun tak menanyakan kapan dia akan pulang.

 

Entahlah, sejak kudengar fakta tentangnya rasa cinta dan kepercayaan yang baru tumbuh nyatanya tak mekar. Aku belum memercayai seratus persen apa yang dikatakan Ibu Anita. Pagi ini, tebersit di anganku untuk mencari tahu kebenarannya selagi dia tak ada di rumah.

 

Aku mulai dengan lemari pakaian. Setiap celah-celah pakaian dan celana kuraba. Lalu, aku memeriksa bagian yang lain. Aku membawa kursi, kemudian naik untuk mengambil kerdus yang ada di atas lemari. Aku meletakkan kotak yang mempunyai bobot cukup berat di lantai.

 

Ketika kubuka banyak sekali bingkai foto dan berbagai benda yang bertuliskan Cynthia. Aku mengamati salah satu gambar, wanita itu ternyata cantik. Selain itu, dia tampaknya pekerja keras dan merupakan anak kesayangan orang tuanya. Hal itu terlihat dari foto-foto lain saat dia bersama 'mom and dad'.

 

Aku tercengang saat menemukan foto pernikahan Mas Naufan dengan Cynthia. Aku meniupnya untuk menyingkirkan debu-debu yang menghalangi. Ternyata Ibu Anita memang tidak berbohong. Suamiku pernah menikah sebelumnya dan dia tidak mengatakannya secara jujur.

 

Aku dilanda dilema. Haruskah aku melaporkan hal ini pada Bapak dan Ibu. Namun, beban mereka akan bertambah dengan kabar yang mengejutkan itu. Tentu, aku tak ingin membuat mereka malu karena salah memilih menantu. Bila diam saja, aku menyiksa diri sendiri.

 

Usia pernikahan kami bahkan belum genap satu bulan. Namun, banyak sekali ujian yang harus kuhadapi. Apa aku harus menyalahkan keadaan. Tekanan yang diberikan Bapak padaku agar menanyakan kepastian pada Tryan membuatku seperti ini. Aku memilih seseorang yang salah dalam hidup dan bisa dikatakan dia lebih buruk dari Dimas.

 

Aku mendengar klakson, sepertinya Mas Naufan pulang. Aku tergesa-gesa menaruh kardus kembali ke lemari. Kemudian, aku kehilangan keseimbangan karena salah bertumpu.

 

Brak! Semua barang-barang berhamburan di kamar.

 

Aku segera merapikan barang-barang yang berserakan.

 

"Yank ... Yank!" Aku mendengar Mas Naufan memanggil.

 

"Yank, kamu lagi apa udah bangun?" Mas Naufan mengetuk pintu.

 

"Sebentar, Mas," sahutku, sambil merapikan barang, lalu menaruh kardus di bawah ranjang.

 

Aku segera membuka pintu seraya merapikan jilbab. Mas Naufan mematung di hadapanku, tetapi bola matanya tampak mengitari keadaan sekitar. Dia menanyakan kenapa kamar berantakan dan dipenuhi debu.

 

Lihat selengkapnya