Bekas Luka

Papp Tedd
Chapter #30

Tiga Puluh

Jumat, 27 Januari 2023

 

00.25

 

Malam makin larut, tetapi aku tak mampu terpejam. Detik jarum jam mengisi keheningan. Di sudut ruang tamu yang minim pencahayaan, pria bertubuh tinggi itu masih memainkan kepulan asap rokok. Bahar memang seperti itu. Sejak kami kemari pun dia sering tidur sambil duduk atau ke sofa jika situasi sudah aman.

 

Aku ingin tidur di lantai dua di kamar kami. Namun, Mas Naufan melarang karena di sana banyak sekali dokumen berharga. Dugaanku, ada proposal yang berkaitan dengan banyak hal, salah satunya sertifikat rumah dan tanah milik keluarga Cynthia.

 

"Hei, tidur. Jangan nonton TV terus!" perintahnya.

 

Aku tak mengindahkan ucapannya dan fokus menonton. Lama kelamaan, mataku sayu dan terasa lelah. Aku nyaris tidur dan segera menampar pipi berkali-kali. Aku benar-benar tak percaya pada Bahar. Jika aku tenggelam di alam mimpi, dia bisa menggerayangi tubuhku sesuka hatinya. Naudzubillahimindzalik.

 

Waktu terus bergulir hingga jam satu dini hari. Aku masih terjaga bersama televisi. Begitu pun dengan pria itu yang entah sudah berapa banyak nikotin dihirup olehnya sepanjang malam.

 

"Kamu ini mau tidur ... atau ditidurin?" Ekspresinya menjijikan ketika kupandangi.

 

"Jangan macam-macam kamu!" sergahku.

 

"Untung kamu istrinya si Andhika. Kalau bukan sudah kulumat habis!" Lidahnya melet-melet bak ular derik.

 

"Masih punya rasa takut kamu!" celaku.

 

Aku sedang menyusun rencana. Mungkin, pria ini bisa kukelabui sedikit. Aku mencari benda apa pun yang bisa digunakan untuk melawannya. Remote televisi, vas bunga, meja kaca, sandal, atau aku bisa menghantam wajahnya dengan tangan sendiri. Argh ... situasi ini memaksaku untuk bergerak sebelum terlambat.

 

"Mas Bahar ... kemarilah temani aku," pintaku dengan nada bicara yang lemah.

 

Dia hanya mendelik, lalu menggeleng, "ogah!" tampiknya.

 

"Aku nggak akan bilang Mas Naufan, kok. Lagi pula, dia di kamar sama Saraya. Aku membayangkan apa yang mereka lakukan dan itu membuatku jadi ingin." Aku mengerlingkan mata-berlagak seperti wanita murahan yang sedang menggoda pria-pria tua bergelimang harta.

 

Bahar masuk perangkapku. Dia membuang puntung rokok ke sembarang tempat. Pria itu beranjak dari kursinya-menjauh dari pintu utama. Sementara aku di hadapannya masih berlagak seperti wanita-wanita liar. Derap langkahnya makin dekat ke arahku.

 

Aku sudah memegang remot untuk menghantam kepala botaknya. Dia membuka jaket kulit dan melepas sabuk celana. Makin mendekat, nyali dan rasa takutku berbaur menjadi satu.

 

"Jangan bilang sama Andhika. Malam ini aku akan membuatmu melupakan segalanya. Rudal ini memabukkan, kuat, dan tahan lama," bisiknya.

 

Bug!

 

Aku menghantam kepalanya berkali-kali dengan remote dan menendang bagian paling penting dalam hidupnya. Dia meringis, aku berusaha melarikan diri. Bahar memegang kakiku hingga tubuh tersungkur. Vas bunga di meja pun terguncang dan jatuh ke lantai.

Lihat selengkapnya