"Cinta bertepuk sebelah tangan adalah rindu yang terus membara, meskipun tak ada harapan untuk bersatu."
***
Seiring berjalannya waktu, Nata merasakan bahwa perasaannya terhadap Bestari semakin tumbuh. Setiap momen kebersamaan mereka membuat hatinya berbunga-bunga. Namun, dia tidak yakin apakah Bestari memiliki perasaan yang sama.
Suatu sore, setelah menghabiskan waktu bersama di taman kampus, Nata merasa ingin berbicara dengan Bestari tentang perasaannya.
"Bestari, bolehkah aku berbicara denganmu sebentar?"
"Tentu, ada apa, Nata?"
"Sejak pertama kali kita bertemu, perasaanku terhadapmu semakin kuat. Aku merasa begitu bahagia saat bersamamu dan ingin selalu berada di dekatmu. Aku... aku jatuh cinta padamu, Bestari."
Bestari terlihat kaget mendengar pengakuan Nata. Dia diam sejenak, mencoba mencerna semua yang baru saja didengarnya.
"Nata, aku... Aku sangat menghargai persahabatan kita. Kamu adalah sahabat terbaikku dan aku merasa sangat nyaman bersamamu."
"Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu merasa canggung. Aku hanya ingin jujur tentang perasaanku."
"Aku menghargai kejujuranmu, Nata. Tapi aku perlu waktu untuk memikirkan semuanya. Aku tidak ingin merusak persahabatan kita."
"Tentu, aku mengerti. Jangan khawatir, aku akan menghargai keputusanmu."
Meskipun hatinya sedih, Nata menghormati keputusan Bestari dan berusaha untuk tetap menjaga persahabatan mereka. Namun, perasaannya sulit untuk diabaikan, dan dia merasa terombang-ambing antara kebahagiaan dan kekhawatiran.
***