Belenggu Abikara

Vira Dzakiyah Alfansyuri
Chapter #19

Chapter#19 Sudah Akhir

"Dalam langkah kami yang terpisah, kenangan kita tetap bersama, menerangi setiap jejak perjalanan."

***

Nata berjalan sendirian di bawah langit yang mendung, langkahnya terasa berat seakan membawa beban yang tak terhingga. Dia telah kehilangan tiga sosok sahabatnya: Randi, Dewa, dan Bestari. Ketiganya yang begitu dekat dalam setiap langkah hidupnya, tiba-tiba telah hilang dari kehidupannya, meninggalkan kekosongan yang mendalam.

Setiap sudut kampus yang dulu sering mereka lalui kini terasa hampa. Tempat-tempat di mana mereka pernah tertawa, berdiskusi, dan berbagi kisah, kini hanya menyisakan kenangan yang membuat hati Nata semakin hancur. Dia merasakan kekosongan dalam dada yang tak terobati, kehilangan yang tak mungkin dapat digantikan.

Nata duduk di bangku taman yang biasanya mereka gunakan untuk berbincang. Dia menatap kejauhan, membiarkan hujan yang perlahan turun membasahi wajahnya. Tetes-tetes air hujan tercampur dengan air mata yang terus mengalir dari matanya. Dia merasa seperti dirinya adalah puing-puing dari sebuah dunia yang hancur, ditinggalkan begitu saja tanpa peduli.

Kenangan bersama Randi, Dewa, dan Bestari terus menghantuinya. Mereka adalah sahabat-sahabat sejati yang selalu ada di sampingnya. Mereka berbagi tawa, air mata, dan mimpi bersama. Dan sekarang, mereka telah pergi begitu saja, meninggalkan dia dalam kehampaan yang menyakitkan.

Di tengah kehampaan itu, Nata merenung tentang betapa berharganya momen-momen yang mereka lewati bersama. Mereka pernah bersama-sama berjuang untuk idealisme, bermimpi tentang masa depan yang lebih baik. Tapi sekarang, segala impian itu seakan menguap begitu saja. Dan di tengah kehilangan, Nata merenung tentang arti sebenarnya dari persahabatan dan kehidupan itu sendiri.

Beberapa hari berlalu, dan kehilangan itu masih menyelimuti Nata seperti kabut yang tak pernah beranjak. Dia masih merasa seperti ada hampa yang mengisi setiap sudut hatinya. Dia mencoba melanjutkan hidupnya, tetapi setiap langkahnya terasa seperti berat. Dia masih terbiasa dengan kehadiran Randi, Dewa, dan Bestari yang selalu menemaninya dalam setiap perjalanan.

Nata sering duduk sendirian di taman, mengenang momen-momen indah yang pernah dia lewati bersama mereka. Dia mengingat senyum-senyum, tawa-tawa, dan canda tawa yang selalu memenuhi udara. Dia mengingat momen saat mereka berbicara tentang mimpi dan harapan masing-masing. Dan dalam ingatannya, ketiga wajah itu selalu tersenyum padanya.

Suatu hari, saat Nata duduk sendirian di taman, dia melihat seorang gadis muda berjalan melewati tempat itu. Gadis itu memiliki rambut panjang dan mata yang penuh semangat. Nata memandang gadis itu dengan tatapan kosong, tetapi gadis itu tiba-tiba berhenti di depannya dan tersenyum.

"Maaf mengganggu," kata gadis itu dengan lembut. "Apakah tempat ini sering kamu gunakan untuk duduk?"

Nata mengangguk perlahan. "Ya, kami sering duduk di sini. Tiga sahabatku dan aku."

Gadis itu tersenyum lagi. "Mereka pasti orang-orang yang luar biasa."

Nata mengangguk, tersenyum getir. "Ya, mereka sungguh luar biasa."

Lihat selengkapnya