"Jika kehidupan setelah ini benar adanya, ijinkan aku tetap menjadi Nata dan kalian hadir sebagai Randi, Dewa dan Bestari."
***
Nata duduk di kursi goyang di teras rumahnya yang kini terasa begitu sunyi. Wajahnya yang telah menua dipenuhi dengan keriput dan tanda-tanda usia yang tak terhindarkan. Dia memandang jauh ke depan, mata kosong yang seolah mencari sesuatu yang tak terlihat.
Hidupnya telah berjalan begitu cepat, dan seiring berjalannya waktu, Nata kehilangan banyak hal. Sahabat-sahabatnya yang telah lama pergi, ibunya yang telah meninggal dunia, dan juga keinginan untuk terus berjuang. Dia merasa seperti terjebak dalam kenangan yang tak pernah pudar, tahun 98 yang telah membentuk dan menghantui hidupnya sepanjang waktu.
Kenangan akan Dewa, Randi, dan Bestari masih terus menghantuinya. Dia merasa bahwa dia telah kehilangan bagian penting dari dirinya sendiri saat mereka pergi. Meskipun telah bertahun-tahun berlalu, rasa rindu dan kehilangan masih begitu kuat dalam hatinya.
"Kalian masih di sini, kan? Aku harap kalian tahu betapa aku merindukan kalian."
Setiap sudut rumahnya dipenuhi dengan kenangan, dari foto-foto masa lalu hingga barang-barang kecil yang mereka tinggalkan. Dia merasa seperti dia hidup dalam dunia paralel, di mana masa lalu dan masa kini terus berbaur dalam kesendirian yang menyiksanya.
Namun, di balik semua kehampaan dan kesendirian itu, Nata masih tetap memiliki semangat yang tak terpadamkan. Dia masih terus mengenang pesan-pesan dan pelajaran yang mereka berikan padanya. Meskipun mereka telah pergi, semangat perjuangan dan persahabatan mereka tetap hidup dalam dirinya.