BELENGGU DENDAM

Freya
Chapter #2

Perburuan Aktivis #2

Iwan sudah menunggu Bintang di terminal,deru mesin bis yang bising, suara kondektur yang mencari penumpang menemani penantiannya. Di sebuah warung, Iwan duduk sambil minum teh hangat, matanya melirik waspada ke segala penjuru. Dia harus tetap menjaga dirinya untuk waspada dan selalu berada dalam keramaian karena setiap saat para intel bisa saja mengikuti mereka,mencegat lalu menculik para aktivis ketika mereka lengah.

Diliriknya lagi jam tangannya, mereka sudah berjanji akan bertemu setelah magrib karena jam 7.30 mereka sudah harus berangkat. Iwan terkejut ketika ada orang menepuk bahunya.

“Tenang, ini aku Wan, bukan intel,” ujar Bintang ketika berada di dekatnya sambil nyengir.

Iwan merasa lega, beberapa hari ini tetangganya yang membuka warung wedangan di dekat rumahnya bercerita bahwa menjelang larut malam, rumah orang tuanya sudah di amat-amati beberapa orang berambut cepak yang bukan berasal dari Solo.

“Mereka berbicara dengan logat Jakarta, berhati-hatilah, mereka juga sempat bertanya-tanya padaku tentang pekerjaan orangtuamu,” kata tetangganya.

Semenjak itu, Iwan meninggalkan rumah orangtuanya dan memilih hidup nomaden di kediaman teman-temannya sesame aktivis. Akhirnya Hendro koordinator lapangan di Jakarta meminta dirinya dan Bintang pindah ke Jakarta agar tidak menyusahkan keluarganya jika nanti mereka sampai tertangkap.

“Lama sekali kamu sampai kemari? Lain kali disiplin sedikitlah, aku sudah was-was saja takut kalau diikuti intel sampai kesini. Bisa-bisa di dalam bis kita bisa dibunuh mereka,” kata Iwan perlahan.

“Sorry Wan, aku tadi sehabis dari Balai Kota aku masih harus menyelesaikan sedikit urusan di organisasi. Ah sudahlah jangan bahas itu lagi, ayo naik bis, sebentar lagi bisnya mau berangkat,” ajak Bintang.

*****

Sesampainya di Jakarta mereka segera ke rumah kerabat Iwan sekedar menumpang mandi dan menitipkan barang. Hari itu juga mereka langsung mencari kos-kosan agar tidak merepotkan kerabat Iwan. Beruntung hari itu juga mereka mendapatkan kos-kosan yang lumayan murah di daerah seputaran kampus Trisakti. Malam itu juga mereka langsung menempati kos-kosan mereka berdua.

“Alhamdulillah akhirnya dapat kos-kosan,” kata Iwan sambil merebahkan diri di kasur.

“Ah, ini lebih dari cukup, kamarnya lebih besar daripada kamarku.,” kata Bintang.

Karena kelelahan dalam perjalanan, Iwan dan Bintang bangun kesiangan. Bintang yang lebih dulu bangun tersadar dan segera membangunkan Iwan. Setelah itu mereka berdua segera pergi ke markas mereka di rumah kontrakan Hendro koordinator lapangan organisasi mereka. Di tempat mereka yang baru, kesibukan mereka jauh lebih banyak daripada sewaktu masih di Solo. Mungkin karena lebih dekat dengan pusat pemerintahan. Hari-hari di Jakarta banyak diisi dengan rapat dan pertemuan antar aktivis dari berbagai organisasi serupa, aksi demo dan menyebarkan selebaran gelap di kampus-kampus dan pulang menjelang pagi. Sudah tiga bulan mereka berdua berada di Jakarta dan selama itu mereka belum sekalipun berkirim kabar ke Solo.

Siang itu mereka bertemu dengan Hendro. Di tangannya ada banyak selebaran gelap berisi berita pelanggaran HAM di berbagai wilayah oleh rezim penguasa negeri. Setelah membagikan selebaran kepada anggotanya untuk disebarluaskan di kampus dan masyarakat, Hendro berpesan

Lihat selengkapnya