Mobil van yang membawa Iwan sudah sampai di tempat tujuan. Saat itu Iwan merasa memasuki sebuah ruangan dengan suara radio yang disetel sangat keras menyiarkan siaran lagu-lagu rock. Orang-orang itu kemudian membuka penutup matanya dan Iwan mendapati dirinya sudah berada di depan pintu sel yang berjeruji. Orang-orang itu mendorongnya masuk ruangan kemudian mengunci pintunya dan meninggalkan mereka. Iwan memandang berkeliling ruangan itu berukuran kurang lebih 2x3 meter, di dalam ada sebuah bak mandi dan closet jongkok. Dinding pembatas ruangan di kiri dan kanan mereka terbuat dari besi rangka bangunan.
Di dalam dia melihat Bintang sedang duduk bersandar sambil merokok. Iwan sedikit terhibur manakala berjumpa kembali dengan Bintang.
“Bin, bagaimana kau bisa tertangkap?” Tanya Iwan.
“Ah, aku memang sedang apes, belum lagi naik bis, saat di pelataran parkir mall Citra Land tiba-tiba aku dipepet orang yang langsung merangkulku sambil menodongkan pistol dari balik jaketnya. Lalu aku dibawa masuk ke mobil dan mataku ditutup. Berarti saat di Trisakti kita sudah diamat-amati oleh orang-orang itu, pantesan perasaanku sedari tadi sudah tidak enak,” gerutu Bintang.
“Lalu di mana Ratno dan Hendro?” Tanya Iwan
Bintang menggelengkan kepalanya
“Ratno sedang di bawa pergi, mungkin dia sedang diinterogasi. Sedangkan Hendro aku tidak tahu dia ada dimana.”
Iwan tertegun terbayang sudah siksaan yang akan dialaminya nanti. Dia sudah banyak mendengar cerita bahwa mereka yang tertangkap pada akhirnya nanti akan terbunuh. Jika mereka berhasil lolos itu adalah sebuah keberuntungan semata.
Iwan duduk di sebelah Bintang menanti kembalinya Ratno. Waktu terus berjalan tak terasa tiga jam sudah berlalu. Iwan merasa tegang, dadanya berdebar mungkinkah setelah Ratno giliranku di siksa? Bintang melirik Iwan yang tampak gelisah
“Sudahlah Wan, tidak usah dipikirkan, kalau Allah masih memberi kita umur panjang kita akan selamat walaupun sudah disiksa sampai hampir mati. Tetapi kalau sudah takdirnya mati, kita sedang tidur pun bisa dicabut nyawanya. Ikhklaslah Wan, Gusti Allah Mboten sare. Kalau kita mati masih ada tunas-tunas baru yang akan melanjutkan perjuangan kita dan orang-orang zalim itu akan mendapatkan ganjarannya,” ujar Bintang menasehati.
Dari radio terdengar lagu “Bento” lagu yang dipopulerkan oleh Iwan Fals penyanyi favorit Bintang yang berisi sindiran terhadap sepak terjang putra bungsu sang penguasa. Bintang ikut berdendang mengikuti irama lagu dari radio yang berkumandang di dalam ruangan. Terdengar langkah kaki mendekat ke arah sel mereka, tampak teman mereka Ratno dipapah oleh dua orang pria memakai masker, kepalanya ditutup kain, dibelakangnya ada seorang yang tampaknya dokter atau paramedis berjalan mengikuti mereka. Bintang sesungguhnya tidak tahu persis apakah dia seorang dokter atau perawat, dia hanya menduga-duga saja karena orang itu membawa stetoskop, tidak berjas atau berbaju putih melainkan memakai pakaian preman seperti teman-temannya. Bergegas Iwan menyambut temannya
“Ratno….Ratno, apa yang mereka lakukan kepadamu?” Tanya Bintang dengan cemas melihat wajah Ratno yang sudah bengep dan tubuhnya yang memar-memar.
Ratno tidak menjawab, samar-samar tercium bau seperti rambut terbakar dari tubuh Ratno, pakaiannya tampak berantakan.