BELENGGU DENDAM

Freya
Chapter #8

Bintang yang Meredup #8

Semalaman Santi dan Lani sulit tidur nyenyak memikirkan apa yang akan terjadi keesokan harinya. Di sepertiga malam, Santi terbangun menghidupkan mengambil senter kemudian mengambil air wudhu di kamar mandi di belakang. Usai berwudhu Santi segera mendirikan shalat tahajud. Saat sedang berdoa setelah sholat, dari luar samar-samar terdengar suara Bintang memanggil namanya. Santi tertegun, dia segera menyelesaikan doanya kemudian bangkit berdiri hendak menyambut suaminya di depan. Namun sedetik kemudian suara Bintang berhenti memanggil, suasana kembali hening.

“Aneh aku kok seperti mendengar suara Bintang memanggil namaku tetapi kemudian suara itu menghilang. Coba aku lihat di depan,” gumam Santi.

Santi mengambil senter dan berjalan ke ruang tamu, situasi masih gelap karena pemadaman listrik, Santi menengok keluar jendela dan menyorotkan senternya. Tidak ada siapa-siapa di luar ataupun bayangan berkelebat. Dia menghela nafas kecewa karena ternyata Bintang tidak ada di depan. Santi berbalik kembali ke kamarnya. Sedetik kemudian terdengar kembali suara Bintang lirih memanggil namanya. Buru-buru Santi kembali menengok ke jendela, namun tidak ada siapapun di depan.

“Ah, mungkin aku hanya berhalusinasi, saja. Bintang tidak mungkin pulang sekarang dalam kondisi begini,” gumam Santi.

Setelah sholat tahajud, Santi merasa lebih tenang hatinya. Dia kembali mencoba tidur, namun sampai subuh dia masih terjaga. Diliriknya Lani yang tidur di sebelahnya, Lani sudah tidur nyenyak dengan mengenakan daster miliknya.


Jakarta 14 Mei 1998

Beberapa waktu yang lalu, seharusnya Bintang di keluarkan dari penjara namun ada perintah dari atas yang mencegah Bintang dipindahkan ke penjara Polda Metro Jaya. Saat itu yang ada di pikirannya hanyalah menyingkirkan para pengacau negara. Dia tidak suka dengan usulan perubahan yang dibawa oleh para mahasiswa itu. Bukankah pemerintah saat ini sudah memberikan yang terbaik untuk rakyatnya. Harga sembako murah, harga BBM murah, semua tampak baik-baik saja hingga gelombang krisis moneter yang kabarnya biang keroknya adalah Soros menghancurkan perekonomian Indonesia saat itu. Demonstrasi yang menuntut sang penguasa dan kroni-kroninya mundur semakin gencar membuat sang penguasa perlu melakukan tindakan pencegahan dengan membentuk tim-tim inteligen guna menghambat gerakan para aktivis itu.

Si Pendekar adalah seorang yang patuh dan loyal pada atasannya. Dia percaya apapun yang dilakukan oleh atasannya adalah benar dan demi membela rakyat dan negara. Apapaun yang dikatakan atasannya bagaikan Sabdo Pandhito Ratu yang harus dipatuhi tanpa bisa dibantah. Malam itu dia mendapatkan telepon yang memerintahkannya membunuh Bintang. Dia tidak perlu bertanya apa alasannya apalagi membantah, sekali ada perintah saat itu juga harus dilaksanakan .

 Hari sudah larut malam ketika dia membawa Bintang keluar dari markas dengan mata ditutup kain hitam. Mulut pemuda itu terus-terusan berteriak menyanyikan lagu reformasi ‘Darah Juang’ keras-keras. Sebuah tendangan di ulu hatinya menghentikan nyanyiannya untuk sejenak tapi sedetik kemudian pemuda itu bernyanyi lagi dengan suara yang lebih keras dari sebelumnya membuat Pendekar semakin murka.

"Diaaam!" Kau bisa diam tidak?!

"Aku bisa diam kalau macan ompong tua itu sudah lengser dan para kroninya dimiskinkan. Mereka sudah menjarah negeri ini selama 32 tahun. Sedangkan kau hanya sebagai anjing penjaga mereka untuk melanggengkan kekuasaan Sang Penguasa dan kroni-kroninya ha ha ha ha !"

Bintang tertawa sumbang membuat Pendekar makin beringas menendang dan memukuli Bintang hingga pemuda itu muntah darah.

“Pendekar, dia akan kita rampungi di mana?" Tanya rekannya

Lihat selengkapnya