BELENGGU DENDAM

Freya
Chapter #12

Di Antara Dendam dan Cinta #12

Seketika hati Gilang merasa galau, dia merasa bingung, di satu sisi dia sudah terlanjur jatuh cinta dengan Sheila, tapi dia juga harus menghadapi kenyataan bahwa ayah Sheila adalah salah satu orang yang menyiksa dan mungkin membunuh bapaknya. Seketika dendam di dadanya berkobar, ingin rasanya dia membalas dendam atas kematian Bapak kandungnya.

Setelah membereskan pecahan gelas, Gilang mengambilkan air minum untuk Iwan. Setelah membantu ayahnya minum dia berkata

“Yah, apa ayah masih punya foto yang dulu diberikan oleh Tante Sally?”

Iwan terkejut dengan permintaan Gilang

“Untuk apa kamu melihatnya? Sudahlah, itu terlalu mengerikan untuk dilihat lagi, aku sendiri sudah tidak kuat melihat gambarnya,” kata Iwan.

“Ayah, aku ini sudah dewasa, apa aku tidak boleh mengetahui penyebab kematian Bapakku?”

Gilang menoleh kepada ibunya dan langsung protes

“Ibu, ijinkan aku melihat foto itu Bu.”.

Santi tidak tega melihat anaknya yang begitu ingin melihat foto terakhir ayahnya. Dia menoleh pada suaminya dan berkata

“Biar dia melihat foto terakhir Bapaknya, lagipula dia sudah dewasa, sudah saatnya dia mengetahui semua tentang Bintang.”

Iwan tak punya pilihan lain selain mengangguk, dia bukan ayah kandung Gilang. Tidak adil bagi Gilang jika dia melarangnya melihat foto terakhir ayah kandungnya dan mengetahui segala hal tentang Bintang di masa lalu.

“Ya, biar dia melihat fotonya, kurasa sudah saatnya dia mengetahui segala hal tentang Bintang.”

Santi mengambil sebuah kotak kayu dari dalam lemari pakaiannya, lalu membuka kotak itu. Gilang melihat di dalam kotak kayu itu ada dompet yang masih lengkap berisi uang, KTP dan SIM, celana jeans, kaos putih yang berlubang dengan bekas noda darah yang samar, dan jaket bomber. Kemudian ada map berisi berkas-berkas surat kematian dan berkas lainnya, surat untuk Iwan dan Santi serta sebuah foto.

Gilang memandangi foto ayahnya berlama-lama, ayahnya terikat di pohon dengan dada berlubang karena tusukan pisau. Walaupun foto itu diambil dalam keadaan gelap, namun lubang di dada ayahnya masih terlihat jelas.

 Gilang menangis sambil memeluk foto Bintang

Bapak, ingin rasanya aku membalaskan sakit hatimu pada orang yang membunuhmu. Tapi aku tak bisa karena aku sudah jatuh cinta kepada anaknya, batin Gilang sedih.

“Ibu, aku sudah melihat foto ayah yang terakhir, terimakasih sudah diijinkan melihatnya,” ujar Gilang.

Santi menyimpan kembali kotaknya di delam lemari sedangkan Iwan memejamkan matanya. Setiap kali Santi membuka kotak itu, dia merasa hawa kematian seolah memenuhi seluruh ruangan kamar. Terbayang kembali kematian Bintang yang mengerikan kala itu.

Ayah, Ibu, aku pamit dulu ya, aku ada perlu dengan teman-teman organisasi,” ujar Gilang sambil berlalu.

“Jangan lama-lama ya, cepat pulang sebelum makan malam,” pesan ibunya.

Tak lama kemudian terdengar motor Gilang sudah bergerak meninggalkan halaman rumah.

Sementara itu Harno baru saja pulang dari luar kota mengurus bisnisnya. Namun dia cemas dengan Sheila putrinya yang dekat dengan seorang aktivis mahasiswa yang dikenal cukup vokal dan pernah dipenjara gara-gara mendemo sebuah Pabrik Rayon karena pencemaran lingkungan . Dia tak ingin anaknya mengalami nasib yang sama seperti para aktivis yang dulu pernah ditanganinya.

Harno lalu memanggil Sheila dan bertanya

Lihat selengkapnya