Selang beberapa saat kemudian nelayan itu berkata
“Malam itu kebetulan saya sedang tidak melaut, saya dan teman-teman yang sedang nongkrong di pos ronda bertemu dengan seorang pesilat yang melaporkan adanya penemuan jenazah di tepi pantai. Kami warga desa langsung menggeruduk tempat itu dan melihat ada mayat seorang pemuda yang mati dalam keadaan yang sangat mengenaskan. Sepertinya dia sudah disiksa sebelum mati. Para penduduk sebenarnya tak ingin dapat masalah dan sudah ingin langsung memakamkan pemuda itu, namun pelatih silat itu melarangnya dan menyuruh melapor pada polisi. Saya sempat melihat ada beberapa orang tak dikenal berambut cepak mengamati ketika jenazah di angkut ke rumah sakit. Saat itu juga baru saya sadar orang itu mungkin buronan intel karena masalah politik bukan seorang preman.”
“Ya Bapak benar, bapak saya memang aktivis yang menentang rezim pada masa itu. Intel-intel itu telah membunuhnya,” kata Gilang.
Nelayan tua menghela nafas dan bercerita lagi
“Sebelumnya kami telah menemukan 9 jenazah yang mengambang di pantai, ada bekas ikatan tali di kaki mereka. Sepertinya mereka memang sengaja dibunuh dan ditenggelamkan di laut tetapi tali yang mengikat pemberatnya putus sehingga mayatnya mengambang sebelum sempat hancur atau dimakan ikan di laut.”
“Ya saya tahu, tetapi sampai saat ini tak seorangpun tahu siapa saja mereka. Memang yang resminya tercatat ada 13 orang yang sengaja dihilangkan. Tetapi saya tahu jumlahnya pasti lebih dari itu,” ujar Gilang.
Nelayan itu memandang ke langit lalu berkata
“Hari sudah mau maghrib, kita pulang dulu, saya takut kalau ada begal di sini apalagi kamu bawa motor. Kita harus segera pergi dari sini sebelum gelap.”
Gilang menstarter kembali motornya dan berjalan keluar dari tempat itu.
“Bapak saya antar ke rumah ya, di mana rumah Bapak?”
“Rumah saya dekat saja dari sini, nanti saya tunjukan jalannya.”
Beberapa saat kemudian sampailah mereka di perkampungan nelayan. Di sebuah rumah mungil yang sederhana mereka berhenti.
“Terimakasih Pak, sudah mengantar saya ke sana, maaf bapak namanya siapa?”
“Saya yusuf, hari sudah menjelang maghrib. Mari mampir dulu di tempat saya, sholat maghrib sambil ngopi.”
Gilang tersadar sedari siang dia sampai lupa makan dan minum karena sibuk mencari hutan tempat Bapaknya ditemukan meninggal.
“Ya Pak Yusuf, terimakasih.”
Gilang ikut masuk ke dalam rumah, Pak Yusuf mempersilahkannya duduk di ruang tamu.
“Mau minum teh atau kopi?”