Hendro menggebrak meja kerja mengingat Arga, sulit baginya meninggalkan rasa sakit dan dendam yang terus membara. Menanggung malu karena sang ibu depresi, membuat Hendro semakin tak punya maaf untuk Arga, ia tak akan pernah bisa melupakan masa lalu, tak akan pernah bisa memaafkan Arga. Namun, ia juga tahu, ia harus terus hidup, harus terus berjuang untuk masa depan sendiri, dan merawat sang ibu.
“Tapi bagaimana caranya?” batin Hendro, “bagaimana aku bisa melupakan rasa sakit ini?”
Hendro teringat bagaimana Arga selalu berusaha untuk baik padanya, namun Hendro semakin benci.
Arga selalu ingin memperbaiki hubungan mereka. Namun, Hendro selalu menolaknya, selalu menjauhkan diri. Ia tak ingin melihat Arga, tak ingin mendengar suaranya.
“Aku harus menghukumnya,” batin Hendro, “aku harus membuatnya merasakan apa yang kurasakan!"
°°°
Hampir setengah hari Arga ngobrol dengan Rossa, rasanya nyaman dari sikap Rossa yang supel dan baik hati. Bagi Arga' terlihat dari nada bicaranya, Rossa wanita yang pengertian dan sopan.
Belum ada rasa cinta, namun' sikap Rossa membuat Arga tertarik.
Karena waktu sudah siang, mengetahui Rossa juga akan pulang ke rumahnya' Arga menawarkan pada Rossa untuk pulang bersama. Meski Rossa beberapa kali menolak tawaran nya, Arga meyakinkan Rossa, bahwa dirinya bukanlah orang jahat.
"Rossa kamu tenang saja, aku ini tidak sedang menipumu. Aku hanya memberimu tumpangan agar kamu' tidak usah menggunakan angkutan umum!" Ucap Arga meyakinkan.
Rosa bingung, sang tante yang sudah datang sedari tadi' hanya tersenyum saat Rossa memandang wajahnya memberi kode, meminta jawaban. "terserah kamu, Rossa ...," Jawab sang tante suaranya jelas.
Arga tersenyum melihat Rossa takut padanya.
Rossa takut Bukan tanpa alasan' Rossa takut tertipu lagi oleh laki-laki.
Untuk meyakinkan Rossa, Arga memberikannya kartu nama dan alamat rumah. "Nih ... Kamu lihat saja, kalau kamu masih takut. Aku, bukan orang jahat seperti yang kamu pikirkan."
Rossa sekilas menatap Arga, lantas memandangi kartu nama yang ada di tangannya. "Perumahan puri mekar?" Batinnya,"em ... Rumah kamu di perumahan elit, mas Arga, e ... Maaf aku tadi benar-benar enggak percaya. Aduh aku jadi enggak enak."
Arga tersenyum tipis, "Biasa saja kali, Sa. Iya itu rumah orang tua ku, aku sendiri sebenarnya sudah ada rumah' tapi agak jauh dari situ, ya jarak dua puluh menit lah dari rumah orang tua. Sementara aku masih bersama mereka." Jelas Arga, "sudah, ayok, kamu mau tidak? Aku harus pulang sekarang soalnya."
Dengan perasaan ragu, dan jantung berdebar, Rossa akhirnya menuruti Arga.
Keduanya lantas pamit pada wanita paruh baya, yang Rossa sebut Tante.
°°°
Di perusahaan.
Hendro mencoba dekati Dita, rasa tertarik pada Dita membuat Hendro selalu menggodanya. Jam istirahat, sepulang dari kantin menuju ruang kerjanya kembali' Dita di hadang oleh Hendro.
"Hai, Dit. Dari mana kamu?" Tanya Hendro sembari berdiri menyandar di dinding samping pintu ruang kerja Dita.