Belenggu Masalalu

Dinar sen
Chapter #10

Perubahan Hendro

Pagi itu, Arga akhirnya kembali bekerja setelah sebelumnya ia sempat cuti karena sakit. Meskipun merasa lelah, ia berusaha untuk tetap fokus dan produktif. Sebelum memulai pekerjaannya, ia makan bersama ayah dan mamah nya di meja makan.

Suasana di meja makan terasa begitu kaku, Ayahnya selalu menghinanya dan mengkritik kekurangannya, membuat Arga merasa tidak nyaman. Setiap kali ia mencoba untuk berbicara atau menyampaikan pendapatnya, ayahnya segera memotongnya dengan kata-kata yang menyakitkan.

“Arga, kenapa kamu tidak bisa melakukan hal seperti Arman?” tanya ayahnya dengan suara mendengus.

Arga hanya diam, ia hanya menghela nafas sembari mengaduk nasinya yang masih tersisa separuh di piring nya, Selera makan hilang seketika.

"Kamu itu, seharusnya bisa mengikuti cara kakakmu, masa depan mu masih panjang, kamu tidak bisa terus bergantung pada pekerjaan mu!" Ucap sang ayah kembali.

Arga menghentikan sarapan, mendengar ocehan sang ayah, selera makan Arga benar-benar hilang. "mah, apa segalanya harus terburu-buru? Apa segala hal harus sama? Dan apa semua anak nasibnya akan sama mah?" tanya Arga, mencoba untuk mendapatkan dukungan dari ibunya.

"memang tidak sama, tapi ada benarnya ucapan ayah," jawab sang ibu.

"Arga, mana bisa seperti Arman, dia selalu mengandalkan pekerjaan nya tidak ada usaha sama sekali, lantas kedepannya mau jadi apa kamu."

Ayahnya terus berbicara, mengkritik setiap detail kecil yang menurutnya menjadi kekurangan Arga.

Makanan di depan Arga sudah tak ada lagi rasa, hambar dengan nafsu makan yang hilang. Ia melirik ayahnya yang tampak begitu egois dan tidak peduli dengan perasaannya.

“Kenapa kamu tidak bisa lebih berusaha?” tanya ayahnya lagi, seolah-olah ia tidak pernah merasa lelah atau stres dalam hidupnya.

Arga mencoba untuk menahan amarahnya, tetapi hatinya terasa terluka. Ia tahu bahwa ia harus tetap tenang dan sabar, meskipun suasana sangat sulit baginya. Dengan tekad yang kuat, ia memutuskan untuk terus berusaha dan tidak membiarkan kritik ayahnya menghancurkan semangatnya.

...

Waktu menunjukkan pukul tujuh, Arga memandang jam tangannya. Tak mau terus didesak sang ayah, Arga pamit untuk bekerja.

Di perjalanan. Arga menyetir dengan fikiran nya yang kacau, rasa nyeri di perut bekas luka operasi terkadang timbul, membuat pikirannya semakin tak karuan dengan beban hatinya yang bertubi-tubi. Meski ingin menangis, Arga berusaha untuk tidak keluarkan airmata, tak pantas baginya seorang laki-laki menangis hanya karna hinaan.

Sampai di kantor, Arga memarkirkan mobilnya di halaman gedung, ia segera turun, dan meraih tas kerjanya. Ia berjalan memasuki gedung dengan langkahnya yang tegap, mencoba alihkan pikiran kacaunya agar tak terlihat murung.

Sampai di depan lift, seorang wanita cantik berdiri di sampingnya, menyapa dengan ramah. "Pagi, pak Arga ... Senang deh, bapak sudah balik kerja lagi. Siap-siap saya di awasi bapak ya ...," ucap wanita cantik itu,

Lihat selengkapnya