Waktu pulang kerja, yang sangat dinantikan para pekerja, juga seorang wanita berambut sage terlihat bersenandung riang, menaiki transportasi umum menuju sebuah mall besar.
Mall yang terlihat mewah dan megah, dengan beberapa papan nama merek-merek terkenal. Menemukan tempat yang dituju, wanita berambut sage memasuki ruangan berdinding warna coklat hangat, dengan beberapa barang mahal didalam sana.
"Rea" sapa dingin seorang lelaki melambai cepat ke arah wanita berambut sage.
"Hi, Virci," sahut Rea mendekat, langsung bergidik kaget dengan tempat yang dituju "kau..."
"Pakaian dalam yang baik, akan menunjang penampilan seorang wanita," jelas Virci dingin tanpa ekspresi menatap mata hitam kebingungan Rea.
"Mesum!" Pekik Rea menutup mulutnya dengan segera, melihat wajah Virci mendekat dan membisiki telinganya.
"Kalau mau terlihat akrab, lebih baik kalau aku tahu berapa ukuran bajumu!" Desis lelaki itu, menyuntikkan aura dingin merindingkan bulu roma "kau juga harus terlihat elegan, untuk menyaingi pacar kayaku! Jadi, ikuti caraku melakukan hal ini atau kau harus mundur, dan melupakan segalanya!"
"Tidak mau!" Pekik Rea perlahan, ia rela mempertaruhkan segalanya untuk membalas pacar pembohongnya itu "aku harus bisa tertawa atas penderitaan yang akan ia terima!"
"Bagus!" Bisik Virci menyeringai lebar senang akan pencapaiannya barusan.
Virci juga membelikan Rea beberapa baju pesta untuk sementara katanya, juga beberapa hells setinggi 10centi.
"What?!" Pekik Rea ketakutan mendengar permintaan Virci padanya "no, aku tak mau memakai hells setinggi itu!"
"Dengan memakai flat shoes, kau hanya menyia-nyiakan bentuk tubuhmu yang bagus!" Desak Virci sinis "wanita akan terlihat lebih baik dengan hells, you know it! Beberapa bahkan mempertaruhkan segalanya untuk punya hells, atau untuk memperbaiki penampilan mereka."
"Tapi tidak denganku, hells itu menyiksa betis, paha juga tulang belakang! Menjadi cantik itu tidak harus menyiksa diri!"
"Kalau tidak mau, no problemo," ucap Virci santai "I find someone else!"
"No, please I need more time extra!" Pinta Rea memelas menatap mata abu-abu Virci, "aku perlu banyak latihan memakai hells, ok?"
"So...."
"I do!" Pekik Rea cepat-cepat, takut Virci berubah pikiran lagi, "akan aku lakukan yang terbaik! I do my best!"
"Pakai tiap hari kapanpun, dimanapun, lepas kalau kau tidur atau kalau kau menyerah pada keinginanmu membalas perlakuan pacarmu!"
'Shit!' Umpat Rea dalam hati kesal, mengepalkan jemarinya kencang 'aku bertemu iblis pemaksa! Awas nanti kalau ada kesempatan, aku balas semuanya beserta bunganya padamu!'
Rea pulang dan mulai belajar memakai hells, juga harus rela mengorbankan, beberapa ideologinya, untuk tidak memasuki rumah lelaki yang tinggal sendirian!
"Coba tunjukkan pesonamu, Rea," ucap Virci menatap Rea dingin, setelah mereka berlatih beberapa gerakan melantai latin.
"Pesona apa?" Tanya Rea bingung "bagaimana melakukannya?"
"Buat aku tertarik melihat dirimu, dari pandangan pertama, Rea," jelas Virci singkat, duduk disofa lebarnya cepat, lalu mengambil ipadnya membuka beberapa berkas.
"Bagaimana membuatmu tertarik kalau kau sibuk dengan padmu?" Tanya Rea mendekati lelaki itu sebal.
"Itu urusanmu, kalau kau belum bisa membuatku tertarik, kau gagal dan harus mengulangnya terus sampai kau berhasil!" Desah Virci tanpa menoleh dari ipadnya sedetikpun.
"Jadi, apa aku harus membuka bajuku satu persatu, untuk menarik perhatianmu?" Goda Rea memainkan jemarinya di dada bidang lelaki itu nakal.
"Itu Kalau kau mau menjadi penari, berpredikat murahan!"
Rea menjauhi lelaki itu, berdecak sebal dengan lelaki bermata abu-abu dingin. Ia memilih berkeliling, melihat seluruh apartemen mewah milik Virci, yang rata-rata berdinding kaca.
Perut lapar yang memulai konser malamnya, membuat Rea menghentikan aktifitas, melihat jam di smartphone, lalu bergegas kedapur.
"Pantas saja sudah lapar, sudah jam 7 malam," pekik Rea panik mengeluarkan beberapa barang dari kulkas, yang menurutnya bisa di jadikan makanan pengganjal perut.
Suara hells beradu dilantai yang berisik mondar-mandir, ketukan pisau di papan kayu, dan beberapa suara benturan pelan beberapa benda, ditambah wangi makanan panas menggugah selera, mengusik penciuman lelaki yang sedari tadi sibuk dengan Ipadnya.
Mata abu-abu dingin itu menatap wanita berambut sage yang bersiap menantap makan malam buatannya.
Suara dering telepon masuk, membuat wanita berambut sage menaruh sendoknya, cepat mengangkat telepon itu.
"Hi mom," sapa wanita itu hangat, "aku sedang makan malam diluar."
Beberapa percakapan terjadi, membuat wanita itu merubah raut wajahnya beberapa kali, antara senang, merasa bersalah juga khawatir.
"Ok mom, bye love u," putus wanita itu menatap smartphonenya lama, makanannya sudah habis seiring ia berbicara di telepon.
"Anak mami!" ejek lelaki bermata abu-abu sinis.
"What ever, Virci," balas wanita itu menjulurkan lidahnya, "lebih baik daripada lelaki kesepian yang narsis, ortumu mungkin tak akan peduli, kalau anaknya ini sampai hilang ditelan gozila!"
"Kau tahu, segala sesuatu yang panas akan lebih cepat membeku, dibandingkan segala sesuatu yang dingin, Rea," cela Virci sebal, merasa iri atas kedekatan ibu anak itu.
"Sudahlah, aku mau pulang," sahut Rea malas berdebat, ia berjalan menuju pencuci piring, lalu mencuci piringnya, "makanlah, aku sudah siapkan satu untukmu, dimeja makan. Aku tidak tahu apa rasanya cocok dilidahmu."
"Tak perlu melakukan itu."
"Bukannya ingin membuatkan khusus untukmu, hanya aku tak ingin sakit dan membuat ibuku cemas." Desah Rea perlahan, "kalau tidak suka, masukkan saja di kulkas, besok aku yang akan habiskan. Tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah."