Matahari mulai menampakkan sinarnya yang cantik. Aku bangun mengucek-ucek mata, masih kriyip-kriyip. Dan aku beranjak dari tempat tidur, tempat tidur tidak dirapikan, memang ku sengaja. Aku sangat mengantuk, ku moletkan badanku, kuputar kepala dan meregangkan tangan, membungkukkan tubuhku, tangan ke depan sampai bunyi.
KREK KREK KREK
Aku masih saja menguap dua sampai tiga kali kuhitung. Kemudian mulai berjalan, menapaki lantai yang bersih, aku menguap sambil membuka pintu kamar dan aku kaget sampai terjatuh di lantai.
"Astaghfirullah! Ya ampun!" kataku, jantungku hampir copot gara-gara fotoku sendiri. Fotoku dalam bingkai berbentuk lingkaran dan ditempelkan di kayu lurus berkaki. Foto itu memajang muka jelekku, begitu banyak. Manalagi nih foto jelek amat. "Pasti ini kerjaannya Jenny. Heh Jenny!" aku berjalan penuh emosi menuju kamar Jenny yang agak dekat dengan kamarku.
Kuketuk pintu dengan keras. "Jenny buka jen! Jenny!" ku teriak keras bernada marah dan tak ada suara apapun di dalam kamar. Kelihatannya dia sengaja mengabaikan panggilanku. Dan akupun mengambil fotoku dan aku bawa ke dalam kamar.
Sesudah ke kamar, aku mencari foto Jenny di handphone-ku, yang pada waktu itu, Jenny tidur dengan mulut terbuka, jadi kesempatan aku untuk memfoto, jadi bisa dipajang juga. Kunyalakan printer dekat komputerku, dan aku mulai mencetak foto Jenny.
"Apa aku akan membiarkan ini semua... lihat apa yang akan dipertunjukkan ke lo Jen!" kataku sambil menatap layar dengan emosi. Ctrl + p, lalu tekan enter, menunggu cetakannya keluar, dan perlahan-lahan muncul foto Jenny. Kucetak berpuluh foto, dan kutempelkan ke kayu yang tersebut dan sengaja ku hiasi wajah yang menyeramkan. "Rasakan kau Jen!" dengan sangat bersemangat ku corat coret foto Jenny.
Setelah selesai aku bawa keluar satu per satu, kulihat kamar Jenny masih tertutup, kuharap dia masih di dalam kamar. Ini pajangan terakhir, kulihat lagi, Jenny masih belum keluar dari kamarnya. Lega rasanya sudah tertata rapi di depan pintu kamar Jenny, tinggal menunggu waktunya. Semua sudah selesai dan aku pergi dari sini. Aku menuju kamar mandi.
Mengoleskan pasta gigi ke sikat gigiku yang merah muda. Semua peralatan dan perlengkapan-nya berwarna merah muda, kecuali kamarku. Kamarku sangat gelap, membuka tirai atau tidaknya tetap aja sama. Aku memulai menggosok gigi di depan cermin sambil bernyanyi. Dan ku mendengar suara Jenny dari luar.
"Ban*sat! Siapa yang membuat fotoku seperti ini! pasti tuh anak, dia balas dendam ke gue! Bener-bener nih anak adek laknat kau!..... Bella! Buka pintunya Bella!" teriakan Jenny sambil mengetuk pintuku.
Aku menggosok gigi sambil bersenandung. Jenny mengetuk-ngetuk pintu tapi aku biarkan. "Woy Bell! buka pintunya!" sekeras apapun lo teriak, sekuat tenaga lo untuk membuka pintu. Aku gak perduli.
***
Sore hari matahari masih bersinar terang aku menyirami bunga di halaman sambil bersenandung. Entah kenapa aku menyirami bunga anggrek itu, biasanya aku ini malas sekali. Ya mungkin aku sudah ada perubahan. Aku kok kepikiran sama Ibu ya, udah lama gak telfon, kalau aku telfon, mungkin Ibu akan menolaknya.
Jenny keluar rumah dengan buru-buru. Dia membawa jenis tas tangan yang berbentuk kotak. penutup berupa stainless steel yang kuat dan elegan. Aku gak tahu apa yang ia bawakan. Pakaiannya biasa saja namun rapi, dia juga membawa jas coklat, mungkin itu sudah menjadi favoritnya.
"Mau kemana?" tanyaku penasaran.
"Lo jaga rumah, nanti aku pulangnya malam kalau gak gitu besok aku pulang!" perintah Jenny. Dia tak membalasku mau pergi kemana. Dia berjalan terburu-buru dan masuk ke mobil, menyalakan mesin dan mobil bergerak pergi meninggalkan halaman rumah. Aku kembali menyirami bunga lagi.
Air dalam ember hijau sudah habis, kuletakkan di atas meja kayu. Tiba-tiba aku menguap lebar, entah kenapa bisa menguap, padahal cuma menyiram tanaman.
"Mumpung gak ada Jenny, nonton tv ahhhhh..." kataku senang. Aku ambil handphone di saku celanaku. Menghubungkan jaringan wifi, tetap saja tidak ada jaringan internet. Punya uang banyak, wifi rusak. Mungkin ini sengaja, agar aku gak main handphone terus, pintar sekali ya kau Jen, gak rugi Ibu sekolah kamu tinggi-tinggi. Aku menyalakan musik begitu keras sambil berjoget..
***