Tanganku yang cantik ini begitu lelah merapikan pakaianku apalagi ditambah pakaian Jenny yang begitu banyak, selesai menyetrika tak sengaja pakaiannya kesenggol dan ambruk, padahal sudah tertata rapi. Sungguh bikin kesal, hari weekend seharusnya jadi hari happy malah dikasih kerjaan di rumah. Dulu waktu kecil, pengen cepat-cepat dewasa, setelah dewasa malah hidup menjadi rumit.
Sangat capek banget sampai mau berdiri aja, tulang punggung terasa begitu mau copot. Aku membawakan pakaiannya Jenny lebih dulu ke kamarnya, karena miliknya terlalu banyak. Aku membawa tumpukan pakaian sehingga aku tidak bisa melihat jalan secara jelas. Aku perlahan-lahan naik tangga satu demi satu.
Pintu kamar Jenny aku buka. Dia duduk dengan kaki dilipat sambil memandang laptop. "Taruh mana?" tanyaku.
"Taruh di lemari lah. Masa taruh tempat sampah… Udah lo setrika kan?" balas Jenny yang masih fokus memandang laptop.
Aku kesal seperti ini, bukannya dibantu malah menyuruhku memasukkan pakaiannya ke dalam lemari. Dengan sengaja aku bawa keluar lagi. Sepertinya dia terlalu fokus, aku keluar pun dia tak tahu. Aku tutup kembali pintu kamar. Aku mencoba mendengarkan lewat pintu, tapi tak ada suara apapun dari kamarnya. Jadi pakaian Jenny aku bawa keluar rumah.
Sampai keluar rumah aku taruh pakaiannya Jenny ke tempat sampah. Dan menutup tempat sampah, aku tidak peduli nantinya dia marah padaku. Salahnya siapa membuat aku seperti ini, tinggal serumah dengannya membuatku muak, sampai kapan dia akan sadar dan berubah tidak menjadi dingin lagi.
Aku berjalan kembali masuk rumah. Aku ambil pakaianku yang sedikit dan aku berjalan menuju ke kamarku. Aku buka pintu kamar. Aku taruh pakaian di lemari. Setelah itu aku mengambil jaket terfavorit, bukan favorit tapi jaket ini memang satu-satunya yang ku punya, memakai jaket tanpa berdandan dan aku pun keluar dari kamar.
***
Aku pergi ke minimarket. Aku mencari makanan kesukaanku. Musiknya gak aku suka, apa mereka itu tidak suka musiknya PIGA. aku harus cepat-cepat pergi dari sini. Aku mengambil beberapa snack dan minuman. Hal yang paling kubenci adalah antri, dan antrinya terlalu panjang. Kakiku pegel semua, sampai kapan ini antrian berakhir.
Mataku melihat kesana kemari, tumben ini mata gak terlalu serakah. Biasanya ada barang promo langsung main ambil, entah aku juga tidak tahu kenapa denganku yang sekarang. Apa karena aku tinggal seatap sama Jenny membuat aku ikut-ikut sama sifatnya.
Sengatan tak sedap masuk ke dalam hidungku, melihat ke belakang ada manusia berbadan besar, membawa makanan terlalu banyak di keranjang kanan kirinya. Memakai kacamata dan rambut acak-acakan. Dia menggaruk dirinya sendiri begitu santai, bagaikan minimarketnya adalah rumahnya. Kemudian baunya sangat tercium di hidungku, membuat aku menutup hidungku, aku benar-benar tak tahan disini. Kenapa dia berada di belakangku? apa dia tidak mencium baunya sendiri?.
Apa aku harus pergi dan berkeliling untuk menghindar darinya. Terpaksa langkah kakiku pergi, tapi...
"Kamu mau kemana?" dia bertanya padaku.
"Mau ambil snack lagi!" jawabku dengan senyum palsuku. “Kenapa dia mencampuri urusanku secara tiba-tiba, padahal ini bukan haknya!” gumamku dalam hati.
"Badanmu kecil, makananmu banyak juga," kata hina laki-laki dekil itu mengataiku seperti itu.
"Permisi ya mas... kamu mengejekku?" kataku, kakiku melangkah satu ke depan. "Aku tahu badanku kecil... apa ada masalah makananku banyak?... lihat dirimu... apa orang-orang disini tahan denganmu!" hinaku balik.
"Maksudnya?" jawabnya dengan muka serius.
"Apa hidung anda bermasalah? lihat ke sekeliling, mereka menjepit hidungnya dengan tangannya sendiri... apa anda tidak merasa?" kataku, aku masih belum mengatakan terang-terangan, aku harap dia peka dengan perkataanku.
"Apa maksudmu?" jawabnya. Jawaban itu membuatku jengkel.
"Sudah berapa lama anda gak mandi! bau anda itu busuk ngerti!" aku meneriaki dia di hadapan umum, sampai-sampai aku menjadi center disini. Aku langsung meletakkan keranjangku di bawah, dan melangkah pergi, tapi bajuku ditarik olehnya sampai aku ikut tarikannya.
"Apa yang kau katakan! bisa gak sopan sama yang lebih tua!" bentaknya, dia bicara keras. Sepertinya keributan akan datang.
"Lepasin!... eh lo pake cara gini, seperti orang pengecut!" perkataanku menusuk hatinya, sepertinya dia marah besar padaku.
Aku di dorong keras ke depan sampai seseorang menolongku. Aku terpesona dengan ketampanannya. Untung saja aku tidak sampai jatuh sampai ke lantai.