BELLA DAN JENNY

Ira A. Margireta
Chapter #15

15 Broken Heart

Hari menginjak senja ketika menginjakan kaki di Pantai Pasir Putih. Di tengah pantai, pemandangan matahari tenggelam terlihat begitu indah. Perlahan-lahan sang surya turun ke peraduan di ufuk timur dan langit di cakrawala sekitar sesaat kuning memerah.

Aku, Siska dan Mia berada di pantai sedang menikmati hari weekend. Semester 4 telah berakhir, masa-masa itu berakhir juga. Kurang satu tahun lagi kita bersama, dua tahun lagi kita gak bersama lagi karena kesibukan sendiri-sendiri. Hari begitu cepat berlalu, meninggalkan kenangan yang indah di hidupku. Cuaca sangat mendukung hari ini, cerah seperti hati kita. Kami menikmati momen ini seperti tidak ingin pergi dari hari ini. Bercanda tawa dengan ombak yang datang dan pergi. Udara sekitar terasa hangat menyentuh kulit. Burung-burung terdengar riang bernyanyi. Kicauannya menemani aktivitas manusia di pagi itu.

 Siska berpakaian sedikit terbuka dengan mini dress floral, Mia memakai pakaian kaos putih dipadukan dengan celana pendek bermotif. Aku mengenakan gaun panjang dengan warna merah bermotif garis-garis. Kita berada di atas pasir hanya bertelanjang kaki. barlarian, kejar-kejaran seperti anak kecil, ya itulah kami. Kami berfoto bersama, dengan aksi konyol yang terekam di handphone.

“Mia tolong fotokan aku,” kataku menyuruh Mia, aku berlari menjauh dari Mia. Pose merendam kaki di air, foto dilakukan secara candid dan tidak terlalu kelihatan sedang berpose.

“Aku juga,” kata Siska.

“Cepat,” kata Mia menyuruh Siska cepat-cepat, karena Siska itu selalu bingung mau pose yang bagaimana.

“Bagaimana aku pose,” kata Siska. Tuhkan, nih anak mesti bikin frustasi dulu.

"Lo foto dulu, nanti kan bisa dipilih,” kataku.

“Aku benar-benar bingung, bagaimana ini,” kata Siska, anggota tubuhnya bingung mau ngapain. Siska melakukan pose yoga yang artistik. Mia mulai memfoto.

CEKREK

Suara kamera di handphone.

“Giliran aku,” kata Mia. Giliran Mia untuk foto dan aku memfotokannya.

“Aku pose melompat, harus tepat. Ok,” aku paling gak suka pose ini, karena butuh konsentrasi.

“Satu dua tiga... Ahhh, kakimu sudah menginjak tanah... Sekali lagi sekali lagi... Satu dua tiga. Udah kena,” aku melihat hasil foto dan ternyata ngeblur. Mia memberikan tatapan dingin, seperti orang yang akan menerkam. “Sorry, tadi aku pikir sudah pas… Sekali lagi.”

Mia kembali ke tempatnya. “Satu dua tiga,” kataku.

Kita melihat foto bersama-sama dan hasilnya, perfect. “Kirim ke aku,” kata Mia sambil mencolek Siska yang sedang sibuk main handphone, Siska membawa handphone Mia.

Bercuaca cerah tiba-tiba menjadi mendung. "kenapa mendung," keluh Mia. 

“Sangat menyebalkan!” kata Siska dengan raut wajah kesal. Dia sangat tidak senang dengan namanya hujan. Sudah bersahabat lama tetap saja aku tidak tahu apa alasannya, mungkin itu rahasia yang tidak boleh diumbar. 

"Ayo kita berteduh dulu, nanti tiba-tiba hujan," kataku.

Kami berlari menuju tempat penginapan.


***


Setiba di tempat penginapan, yang atapnya terbuat dari jerami. Kami masuk ke dalam, hujan mulai rintik-rintik, udara mulai dingin merasuki tubuhku yang hanya memakai gaun tipis. Tempat penginapan ini, Siska yang membayar semuanya. Jadi aku gak perlu membayar. Untung punya teman kaya dan baik. 

Aku berganti pakaian rajut berwarna coklat yang nyaman dipakai ketika musim hujan.

“Aku bawakan semangka,” kata Siska. Siska membawakan semangka merah, kami pun memakan semangka. Yang sudah dikupas Siska.

“Rasanya enak, aku suka,” kataku sambil mengambil semangka lagi.

“Habiskan,” kata Siska senang. Jangan khawatir sis nanti akan ku makan semuanya. Kkkk.

Hujan masih tetap turun terkadang deras terkadang gerimis, perlahan-lahan cahaya menjadi gelap. Lampu-lampu mulai dinyalakan agar sekitar tidak ikut gelap. Kami bercerita tentang masa kecil kami. dan itu sangat menyenangkan. Masa kecil Siska ternyata banyak diamnya, beda dengan saat dewasanya banyak tingkah. Sedangkan Mia ternyata anak yang aktif dia selalu menjadi pusat perhatian di keluarganya, sedangkan aku, selalu saja aku yang mengalah. 

Terkadang aku iri dengan kehidupan mereka yang bahagia, tapi aku lebih bahagia punya sahabat seperti mereka yang lebih dari sahabat. Meskipun Siska yang sombong ternyata dia mempunyai hati yang baik, terkadang dia membelikan barang yang mahal untukku dan Mia tanpa dipikir olehnya. Sedangkan Mia meskipun anak yang angkuh dia mempunyai hati yang rapuh, dia itu tak tahan dengan namanya orang menangis. Jika menangis dia pun ikut menangis.

“Aku ke toilet dulu,” kata Mia 

Lihat selengkapnya