BELLA DAN JENNY

Ira A. Margireta
Chapter #18

18. Oh My

Malam hari yang sunyi hanya terdengar suara tv yang sedang aku tonton. Ruang tengah bercahaya terang, hari ini Jenny mengganti lampunya. Aku duduk bersandar di sofa seperti biasanya. Menggonta ganti channel dengan rasa malasku. "hari ini gak ada yang bagus!" drama yang aku suka pun tak ada di tv, membuatku kesal.

Jenny datang dengan membawa wajan yang berisi mie kuah. Dia masih memakai celemek di tubuhnya.

"Ambil buku ambil buku!" kata Jenny. Aku langsung cepat-cepat ambil majalah dibawah meja.

"Bukan itu juga, yang lain!" aku mengambil majalah lagi.

"Itu ya jangan, yang lain!" dia bikin kesel, padahal sama aja, apa yang membuat beda.

"Disini hanya majalahmu semua! terus aku ambil yang mana!" kataku yang sudah emosi dengan Jenny.

"Ya udah ambil salah satu," aku ambil satu majalah dan kuletakkan di atas meja kaca. Jenny memberiku sendok.

"Ahh panas panas!" aku buru-buru masukkan mie ke mulutku, dan aku menahan rasa panas di mulut.

"Ini tuh masih panas," kata Jenny yang kembali ke dapur mengambil minuman. Kemudian Jenny meletakkan minuman diatas meja, mengambil remote di sofa dan mengganti channel. Hari ini tidak ada pertengkaran merebutkan tv. Hari ini hari DAMAI.

Aku ingin berlangsung selamanya, dan aku ingin menjadi adik yang dimanja kakaknya. Kemudian ada berita di tv, akhirnya aku dan Jenny lihat berita itu. Sudah pasrah gak ada yang bagus di tv.

"HARI INI SEORANG MEMBER GRUP TERKENAL SEKALIGUS AKTOR DAN MODEL TELAH MERESMIKAN HUBUNGANNYA YANG BERTAHUN-TAHUN DISEMBUNYIKAN..."

Berita hari ini tentang masalah Andrian, seorang wartawan hari ini memberikan kabar bahwa Andrian masuk penjara. Aku sedikit kaget mendengarnya, Jenny terlihat biasa saja. Karena dia sudah tahu kebusukan Andrian. Ternyata orang ganteng hatinya gak selalu ganteng malah lebih buruk dari wajahnya. 

Jenny menghela nafas dalam-dalam, sepertinya dia juga syok menerima kenyataannya saat ini. Dia menjaga image-nya, agar kelihatan cool.

"Lo lihatin apaan sih?!" tanyaku, aku ambil paksa remotenya dan kuganti acara yang lebih bagus. Tapi, sayangnya di tv menyiarkan hal yang sama, jadinya aku matikan.

"Lo masih mikirin dia?" tanyaku penasaran. 

"Enggak lah! ngapain gue masih mikirin dia!" kata Jenny, ekspresinya menyembunyikan segalanya.

"Makan! karena orang yang lagi sakit hati juga butuh makan biar gak lemah menghadapi kehidupannya!" kataku, aku mengambil sesendok nasi dan menyuapi ke Jenny.

“Bukannya lo juga, kenapa sok-sok an baik-baik aja?” katanya dengan kepala miring.

“Hmmbb?” apa dia mau melakukan perang lagi. “Jangan bikin ulah lagi.”

“Lo yang bikin duluan,” kata Jenny.

“Ngapa lo menyebalkan sekali!” gumamku.

“Apa?” aduh untung dia budek. Aku berdiri dan berjalan pergi.

“Lo mau kemana?” tanya Jenny keras.

“Aku mau ke kamar,” jawabku dengan tidak melihat ke Jenny.

“Terus ini siapa yang makan?!” tanya Jenny. Aku tak memberi jawaban apapun, aku sibuk melangkahkan kakiku.


***


Hari ini aku dan Jenny melakukan holiday sendiri ke gunung kelud yang berada di pulau jawa. Climbing istilahnya. Jalannya berpasir, aku memikul beban kehidupan di pundakku, aku merasa lelah. Aku gak suka dengan hal semacam ini, tapi Jenny memaksaku untuk mendaki.

“Seharusnya kita lewat jalan kendaraan, ini apaan… Aku sudah capek,” protesku dengan nafas yang mulai terengah-engah. “Hei Jenny!” dia tidak menggubris keluhanku.

“Cepat! Bawel!” nada bicaranya terdengar kesal.

Aku berhenti sejenak mengontrol nafas ku, meminum sedikit air minum yang kubawa. “Jenny manusia apa manusia. Wooyy! Jen!” teriakku, Jenny tak membalas panggilanku. Dan aku mulai beranjak menyusul Jenny, aku memaksa tubuh ini mengikutinya.

Lihat selengkapnya