Aku dan Jenny masih di kota yang sama, di sebuah cafe namanya. Aku bermain handphone, Jenny sedang memesan makanan. “Lo mau apa?” tanya Jenny. Aku tak memberi jawaban hingga akhirnya dia menggebrak meja dengan tangannya, pastinya itu sakit banget. Aku lihat menu makanan.
“Gyoza, onion, chicken karage, ring tempura, kentang goreng, pisang goreng, singkong goreng, chicken wings, cold reverage mmmbbb…" kemudian aku bingung pesan minuman apaan. "Greentea, taro latte, dan juga teriyaki ice cream.”
“Tunggu tunggu, lo beneran makan itu semua?” tanyanya Jenny, mungkin dia gak tahu kalau akhir-akhir ini aku sedang makan banyak.
“He’eh” jawabku sambil kepala mengangguk.
“Ya udah, tolong secepatnya,” kata Jenny menyuruh pelayan.
“Baik,” pelayan itu memberikan senyuman ke pelanggannya dan dia berjalan pergi. Aku kembali main handphone.
“Aku mau ke kamar mandi, lo tetap disini,” kata Jenny.
“Iya iya,” jawabku, mataku masih terfokus dengan handphone yang sibuk main game.
bang! bang! bang!
Kemudian ada suara laki-laki yang menggangguku main game.
“Kamu sendiri disini?” tanyanya.
“Gak!” jawabku dingin membalas pertanyaannya. Jarak ponselku ke mata begitu dekat.
“Jangan terlalu dekat itu akan merusak mata,” aku tak memberi jawaban apapun ke dia.
“Sial! aku mati!” ekspresiku kesal banget, inginku banting ponselku karena aku kalah dalam permainan.
“Kamu kan masih hidup,” suara itu terus menggangguku hingga kepalaku menghadap ke dia yang tadinya kuberikan wajah kesalku, dan sekarang berubah menjadi wajah kaget.
“Kamu!… kenapa kamu bisa kesini,” aku melihat samping, dan teman-temannya melambaikan tangannya kepadaku. Aku gak memberikan balasan apapun hanya plonga plongo, kayak orang bodoh. Kedatangannya dia itu ada rasa benci dan suka, entah kenapa hatiku campur aduk gini. "Ada acara apa kamu kemari? mungkin..." kepalaku maju ke depan dengan kedua tanganku ku taruh di meja. "Kamu mengikutiku?"
"Kenapa juga aku mengikutimu, aku juga gak tahu kamu ada disini," katanya.
Aku penasaran dengannya, apa dia yang kutemui di minimarket waktu itu. Wajahnya teringat samar-samar dikepalaku. Pengen tanya, siapa nama dia, dan mengapa selalu ada di depan mataku. Rasa penasaranku semakin memuncak, apakah aku harus menanyakan namanya.
"Apakah..." dia mulai menatapku. "Kau yang waktu itu menolongku, di minimarket?" kataku penasaran, dia menghela nafas dan bersandar, dia terdiam.
"Entahlah," jawaban yang bikin kesel, jawab saja iya atau tidak.
"Tapi kalau iya kenapa?" katanya sambil melipat tangan.
"Ya gak papa, cuma penasaran aja!" kataku.
"Hei hei hei! apa-apaan nih!" Jenny datang tiba-tiba.
"Lo siapa!" Jenny mengamati wajahnya, "Lo yang waktu itu kan? ngapain lo kesini?! gangguin adek gue ya! pelayan!!! pak!” Jenny teriak-teriak keras, aku malu dengannya.
"Udah kak, dia gak ganggu aku, dia cuma duduk disitu," kataku
"Duduk? cuma duduk? jangan-jangan ada sesuatu dengan kalian berdua!" kata Jenny curiga.
"Omong apaan sih, kenal aja kagak, ngomong asal jeplak aja, gak ada apa-apa, singkirkan pikiran negatifmu itu!" kataku kesal.
"Siapa kamu?" kata Jenny.
"Namaku Leo," jawabnya.
Akhirnya aku mengetahui namanya.
"Sejak kapan kamu kenal sama dia... oh ya, mending kamu gak usah bergaul dengan dia, kerena apa? karea dia orangnya malas, cerewet, bikin kesel, ngambekan, pendek, pesek..."
Tanganku langsung menutup mulutnya yang kotor itu. "Jangan dengarkan, dia memang seperti ini, ayo pulang, ayo pulang!" aku menarik tangan Jenny.
"Kok pulang sih, mending aku yang pulang, kamu yang disini," kata Jenny.