Malam begitu tenang mengiringi keindahan suasana rumah di malam hari, sayup-sayup terdengar suara jangkrik memecah keheningan malam, sesekali suara burung malam terbang penuh harapan. Udara terasa dingin menyegarkan. Langit cerah dihiasi bintang-bintang bertebaran menemani gagahnya raja malam yang bersinar terang menebar cahaya berkilauan. Nyamuk juga tidak mau kalah, terbang kesana kemari berhamburan mencari hamparan kulit untuk mengobati kehausan. Di Sofa yang empuk dan nyaman, aku sedang berbaring di sofa ruang tengah sambil bermain handphone. Kakiku sebelah kiri ditumpangkan ke kaki kanan, telapak kaki digerak-gerakkan. Tidak ada suasana hidup di ruang tengah, tv sengaja tak ku nyalakan. Sedang tidak beruntung, beginilah nasibku, dimana aku sedang telentang sambil bermain handphone, kemudian handphone-ku jatuh menimpa wajahku. Padahal aku pegang, bisa-bisanya jatuh mengenai mukaku.
Memposting foto di ig. "Dapat like berapa ya?" aku menunggu kata menyukai di ig ku, ternyata banyak sekali. Make up milik Jenny membuatku terlihat berbeda, aku meniru dandanan di yt. Ternyata aku jago juga berdandan. Ada begitu banyak komentar yang masuk, aku membalas satu per satu. Dan kemudian ada notifikasi….
Èrshíliù telah menyukai postingan anda.
Aku gak tahu itu punya ignya siapa yang penting aku gak memfollow Jenny. Jika aku memfollow auto langsung baku hantam, dan aku tak berani memposting foto di ig ku setiap hari.
Tiba-tiba seseorang melemparkan bantal mengenai wajahku.
"Aaahhhh!" kataku bernada kesal. "Siapa yang melempariku!"
Aku langsung marah dan Jenny menunjukkan foto yang barusan aku posting. Mataku langsung terkejut, aku langsung melihat notifikasi bernama Èrshíliù. Setelah ku lihat banyak foto Jenny di akun tersebut.
"Lo pake semua barang gue!" kata Jenny yang berekspresi marah, alisnya mengkerut matanya tajam.
"Terus apa?" aku langsung bertanya balik bikin emosi Jenny bertambah.
"Terus apa, apa kamu bilang!" Jenny mengulang kataku dan dia mengambil bantal dan akan dilempar ke arahku, aku pun langsung lari dan pergi. Jenny mengikutiku seperti induk ayam yang galak yang mengganggu anaknya atau seperti harimau yang mengejar mangsanya untuk dimakan. Aku lari terbirit-birit menuju ke kamarku. Aku langsung masuk dan langsung mengunci pintu kamar.
"Bella! Bella! Bella! Buka pintunya bell! Woy buka woy!"
Suara Jenny yang terakhir damage banget kayak suara laki-laki. Aku tetap berada di belakang pintu. Jenny tetap teriak-teriak sambil mendobrak-dobrak pintu.
"Awas kau ya!"
Dia seperti mengancamku. Kembang kempis hidung gara-gara lari tadi, tapi aku aku tidak mendengar suara Jenny lagi. Aku lihat dia di bolongan pintu, tidak ada siapa-siapa. Meskipun begitu aku tak akan buka pintunya, takut kalau tiba-tiba dia menyerangku. Jadi aku biarkan saja. Tapi aku masih penasaran dengan ig Èrshíliù, apa benar itu punya Jenny. Sejak kapan aku mengikutinya. Dia memantauku dengan cara menyamarkan namanya. Bodohnya aku.
"Tapi, dia gak tau kan masalah gaunnya. Semoga aja nggak, jika ketahuan berapa duit yang harus aku keluarin, apalagi itu gaun mahal banget... kepalaku pusing."
Gara-gara gaun Jenny, otakku menambah beban lagi. Aku ingin menghilang dari dunia ini.
***
Krrriiiinnngggg!!!!!! Krrrriiinnnnnggggg!!!!!!
Saat sedang menikmati mimpi yang indah dan terbaring di kasur yang sudah nyaman kutidurkan, tak sengaja telingaku mendengar suara jam alarm yang sudah waktunya berbunyi. Aku pun terbangun, pelan-pelan ku membuka mata ini, terasa ada sedikit kotoran yang menempel di mataku, sehingga sulit untuk membuka mata ini. Kupaksa dengan satu jariku untuk membuang kotoran itu, dan akhirnya kotoran itu pun hilang dan tidak ada lagi yang bisa menghalangi mataku. Kubuka mata ini dan kulihat sebuah alarm yang sekian lama berbunyi, lalu kulihat ke arah jam yang mengarahkan pukul 06.00 pagi.
Lalu aku duduk di pinggiran kasurku. Diam menghadap ke jendela, tanpa sadar kepalaku mengangguk, hampir saja aku tidur lagi. Aku bergegas bangun dan berdiri, pandangan tajam mataku menatap ke sebuah cermin. Aku lihat mukaku yang begitu kusam, rambutku yang berantakan. Lalu ku berniat untuk mencuci muka ini.
Kubuka pintu kamar dan kakiku melangkah ke ruang makan. Jenny terlihat santai diruang tengah. Aku mengambil susu kotak yang terletak di pintu kulkas, ku taruh di tas pinkku. Kulihat dia sedang menghiasi kuku dengan sebuah cairan berwarna merah darah.
Aku sudah rapi memakai seragam sekolah, hari ini rambut aku urai dan berjalan menuju ke Jenny. Mengulurkan tangan seperti menadahkan hujan, tangan sebelah kiri ditekuk. Jenny menolehku dengan ekspresi yang begitu dingin dan menyeramkan. Dia mengabaikanku dan fokus menghiasi kukunya lagi.
Aku juga punya kesabaran, tapi hari ini aku tak tahan. Aku sengaja menyenggol dia yang sedang menghiasi bagian kelingking kakinya. Dan cairan itupun membuat kuku Jenny berantakan. Jenny teriak manggil namaku bernada marah, aku pun langsung lari.
"Bella!"