BELLA DAN JENNY

Ira A. Margireta
Chapter #23

23. Badmood

Aku, Siska dan Mia berjalan bersama sambil mengobrol.

“Udah lama kita gak hangout, hangout yuk,” ajak Siska.

“Ya kalau ada yang bayarin,” sindir Mia.

“Nih anak gak berubah dari dulu,” kata Siska.

“Kalau berubah, nanti nangis di pojokan,” ledek Mia.

“Apaan sih!” kata Siska cemberut kesal.

“Emangnya kenapa sih? Siska putus?” tanyaku.

“Iyalah, baru diputusin, aku dateng dia udah nangis di pojokan,” jawabanya sambil meledek.

“Siapa yang nangis! aku gak nangis!” kata Siska emosi.

Tiba-tiba 4 orang perempuan bertampang cantik nan elegan, menerjang kami yang sedang berjalan. Bikin naik darah tinggi. Udah tahu jalan selebar lapangan masih aja menerjang.

“Punya mata liat-liat dong! jalan selebar lapangan gini main nerjang aja!” kata Siska emosi.

"Mau apa sih lo!” tambah Mia kesal.

“Ups!" ucapnya, kemudian membuka kacamata hitam. "Aku gak tau kalau ada orang,” kata Putri.

Dia bernama putri, nama gengnya baby girls. Najis banget nyebutnya. Aku akui, dia memang cantik. Anak dekan kampus, yang lagaknya sok seperti tuan putri. Untung aja sih gak satu kelas.

“Sorry,” tambahnya. Dia berbalik dan berjalan kembali.

“Sora sori, sini lo! main kabur aja, pengecut!” kata Mia nantang.

“Apa lo bilang, pengecut?” kata Putri.

“Iya! perlu aku ejakan!” kata Siska.

“Dia anak dekan, kalian cari mati,” bisikku ke Mia.

“Gue gak peduli, entah anak presiden, menteri, bupati, walikota, gubernur, anaknya anjing sekaligus, gue gak takut!” kata Siska, jiwa memberontaknya akan mulai.

“Apa lo bilang?! anak anjing, heh! lo gak tau siapa gue?!” bentak Putri.

“Tau, anak dekan yang gak tau sopan santun, masih belagu dengan kemampuan bapaknya, jika gak ada bapaknya, lo juga akan di bully oleh orang-orang karena diktator lo itu!” kata Mia.

“Kamu gak takut dengan perkataanmu ini?!” kata Putri, matanya melotot.

“Gue gak takut,” kata Mia nantang.

“Sepertinya ini, bagus buat bukti,” kata Putri sambil menunjukkan rekaman di handphonenya.

“Kasih aja ke dia,” kata Siska, dia tidak memikirkan penyesalannya di akhir.

“Sepertinya, kalian gak takut, jangan khawatir, aku akan menyampaikan ini ke beliau,” kata Putri dengan senyuman sinis. Dia dan teman-temannya berjalan pergi.

“Kalian gila ya? kalau hasil rekamannya di edit, kalian bakal dikeluarkan dari kampus,” kataku khawatir.

“Aku gak peduli… ayo ke kelas,” ajak Mia.

 

***

 

Semua pada sibuk dengan handphone-nya masing-masing. Pembicaraan mereka membuatku menyumbat telinga.

“Dia memang benar mau kesini?”

“Aku gak percaya.”

“Aku juga.”

“Aku dengar… dia akan nikah.”

“Lo ngomong apa sih, gak mungkin.”

“Aku baca dari web gosip.”

“Sama siapa? aku gak rela pangeranku dimiliki orang lain.”

“Aku juga, kalau dia sampai menikah, aku sumpahin tuh cewek mandul!”

“Aku setuju dengan doamu.”

Mulut cewek memang gak tahan buat gosip.


“Dasar cewek-cewek, kalau udah liat yang bagus aja matanya gak bisa direm,” gumamku.

“Oi!” kata seorang laki-laki mengagetkanku. 

Aku langsung menoleh, aku mengamati wajah yang familiar bagiku. Tapi, aku lupa. 

“Lupa sama gue?” tanyanya sambil jarinya menunjuk dirinya.

“Siapa?” tanyaku ya memang gak kenal.

Lihat selengkapnya