Belok yang Membawaku Pulang

Vsiliya Rahma
Chapter #20

Bab 20 Sedikit Sisa

Minggu sore itu, cuaca cukup cerah, tapi tidak terlalu panas. Alverio dan Naya duduk di salah satu meja sudut di kafe yang mereka pilih sebagai tempat biasa untuk bertemu. Aroma kopi yang khas mengisi udara, bercampur dengan suara obrolan ringan dari pengunjung lain. Di depan mereka, ada secangkir kopi hangat dan laptop yang tergeletak di meja.

Naya tengah membuka file dokumen tulisannya di layar laptop, sementara Alverio sibuk mengetik di laptopnya sendiri. Sesekali, mereka berbicara tentang hal-hal yang sedang mereka kerjakan—Alverio membantu mengoreksi tulisan Naya, dan Naya memberi ide segar untuk desain yang sedang Alverio kerjakan.

“Kayaknya di bagian ini masih agak kaku deh, Nay,” ujar Alverio, sambil menunjuk layar laptop Naya. “Coba pakai kalimat yang lebih ringan, supaya pembaca bisa lebih gampang nyambung.”

Naya memerhatikan dengan seksama dan mengangguk. “Hmm, iya juga. Aku kadang terlalu serius nulisnya. Makasih ya, udah bantuin aku.”

Alverio tersenyum tipis. “Nggak masalah, Nay. Kalau ada yang bisa aku bantu, pasti aku bantu. Aku juga belajar banyak dari kamu, lho. Terutama soal desain. Itu loh, ide kamu tentang warna merah kemarin, keren banget!”

Kanaya tertawa kecil. “Makasih. Tapi itu cuma ide dasar kok, kamu yang bikin desainnya jadi hidup. Aku cuma kasih sedikit bumbu.”

Alverio menatap layarnya, lalu kembali ke desain yang sedang ia kerjakan. “Tapi tetap aja, kadang ide dari orang lain itu bisa lebih nyegerin. Kalau nggak ketemu kamu, mungkin desain ini bakal nggak berkembang.”

Senyuman kecil muncul di wajah Naya. “Iya, sama. Kadang aku merasa stuck, nggak tahu apa yang harus aku tulis lagi. Tapi sejak ngobrol sama kamu, ide-ide itu mulai mengalir.”

Suasana di sekitar mereka terasa nyaman, jauh dari keramaian yang kadang bisa mengganggu konsentrasi. Mereka hanya fokus pada pekerjaan masing-masing, tapi percakapan ringan antara mereka tetap berjalan di sela-sela kerjaan. Alverio merasa santai, seakan tidak ada yang perlu dipaksakan dalam hubungan ini.

Naya menatap layar laptopnya, kemudian berkata, “Mungkin aku harus nulis lagi bagian ini, biar lebih nyambung sama cerita sebelumnya. Tapi kadang aku bingung, apa sih yang sebenarnya aku ingin tulis?”

Alverio menatap Naya sejenak. “Itu normal, kok. Kadang kita butuh waktu untuk tahu apa yang sebenarnya ingin kita sampaikan. Yang penting, jangan terlalu terburu-buru. Proses itu bagian dari perjalanan.”

Gadis itu menghela napas dan mengangguk. “Ya, mungkin aku terlalu keras sama diri sendiri. Kadang takut tulisan aku nggak bisa seperti yang aku harapkan.”

Alverio menatapnya dengan penuh perhatian. “Semua orang pasti pernah ngerasain itu, Nay. Yang penting, terus maju. Kalau kamu berhenti, nggak akan pernah tahu sejauh mana kamu bisa berkembang.”

Kata-kata itu kembali membuat Naya tersenyum, sedikit merasa lega. “Makasih, Alverio. Aku bakal coba lebih santai dan nikmati prosesnya.”

Alverio kembali menatap layar laptopnya dan mengetik beberapa baris kode untuk desain yang sedang ia kerjakan. “Nah, itu baru semangat. Kalau kamu bisa menikmati proses, hasilnya pasti lebih terasa.”

Lihat selengkapnya