Belok yang Membawaku Pulang

Vsiliya Rahma
Chapter #21

Bab 21 Percakapan dalam Hening

Lampu-lampu jalan menyinari kaca depan mobil yang melaju pelan melewati jalanan kota yang mulai lengang. Di dalam kabin, hanya suara hujan rintik dan musik pelan dari radio yang mengisi keheningan. Alverio duduk di balik kemudi, sesekali melirik Naya yang duduk diam di kursi penumpang. Sejak keluar dari kafe, mereka belum banyak bicara. Masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Setelah beberapa menit, Alverio akhirnya membuka suara. "Dia mantan kamu, ya?"

Naya menoleh pelan, lalu mengangguk. "Iya. Dulu, waktu masih kuliah."

"Hmm." Alverio mengangguk, mencoba memahami. "Kamu kelihatan... cukup terpukul waktu dia ngomong soal lamarannya."

Naya menarik napas pelan, menatap keluar jendela. Dia terdiam.

“Kamu... sorry, masih suka dia?” tanya Alverio lagi. Kali ini suaranya pelan dan sedikit tercekat. Dadanya terasa terbakar saat menanyakan itu. Dia menarik napas dalam, mencoba mengendalikan dirinya, dan berharap kata yang ia dengar tidak akan terlalu menyakitkan.

"Kita putus sudah lama. Dan... sempat dekat lagi sebelum ini, walau nggak balikan secara resmi. Tapi ya... gitu."

Alverio menggenggam kemudi sedikit lebih erat, menahan rasa tak nyaman yang mulai merayap. "Kalau dia tiba-tiba batalin lamarannya... dan minta balikan sama kamu, kamu bakal nerima?"

Pertanyaan itu membuat Naya terdiam sejenak. Ia menoleh, menatap Alverio yang kini tak lagi menatapnya, hanya fokus pada jalan di depan. Suaranya terdengar ringan, tapi nada di baliknya menyimpan sesuatu yang lebih dalam.

"Aku nggak tahu," jawab Naya jujur. "Mungkin dulu aku akan langsung bilang iya. Tapi sekarang... rasanya beda."

"Beda gimana?" tanya Alverio, kali ini menoleh sebentar sebelum kembali fokus menyetir.

Naya menatap tangannya yang bertumpu di pangkuan. "Dulu aku pikir Reza segalanya. Tapi makin ke sini, aku mulai sadar... aku cuma mencintai versi dia yang aku ciptakan di kepala. Bukan dirinya yang sebenarnya."

Alverio mengangguk pelan, lega namun tetap tak ingin terlalu menunjukkan perasaannya. Ia kembali melirik Naya lalu tersenyum kecil.

"Berarti ada harapan buat orang lain, dong," gumamnya, nyaris seperti bercanda, tapi matanya tetap serius.

Naya menoleh dan tersenyum kecil. "Mungkin. Tapi orang itu harus cukup sabar... karena aku belum selesai memperbaiki diriku sendiri."

Alverio tertawa pelan. "Selama dia nggak gampang nyerah, aku rasa dia bisa."

Lihat selengkapnya