Ben & Cori

Steffi Adelin
Chapter #1

Gara-gara Ketumbar

12 tahun yang lalu...

"Papa nyebelin banget. Ini nih, gara-gara kasih nama anak yang nggak normal. Nambah lagi julukan Cori di sekolah!"

Ujug-ujug, Cori merentak masuk ke rumah dalam keadaan hati membara. Bajunya basah bermandi keringat karena habis berjalan kaki dari gerbang kompleks ke rumahnya. Bibirnya manyun dan keningnya seperti baju tidak disetrika. Tas main lempar ke sofa di ruang menonton. Kursi malang di ruang makan mendapatkan kekuatan hempasan bokongnya.

Pasti karena lapar nih, bersit Sudjana dalam hati.

Pria kepala lima ini hafal betul kebiasaan anaknya. Lapar bikin Cori gampang emosi. Satu-satunya obat penawar adalah 'menyumpal' mulut anaknya dengan makanan yang penuh ledakan cita rasa.

Sudjana tersenyum membelakangi anaknya karena sedang konsentrasi mengaduk si calon rendang di kuali.

"Anak Papa pasti lapar nih. Cuci tangan, ambil piring, terus makan. Ngomel-ngomelnya dilanjutkan nanti," perintahnya.

"Iiih. Papa kayak nggak ngerti, deh. Orang lagi kesel tuh didengerin. Bukan disuruh-suruh!" Tambah mencak-mencak si Cori.

"Ada kalio, lho."

"Yaaah, kenapa Papa nggak bilang dari tadi?! respon gadis itu spontan, membuat Sudjana geleng-geleng kepala.

Perihal nama sudah tak tersentuh lagi. Namun, Sudjana tahu ke mana arah perkara nama ini akan bermuara.

Seorang Cori tidak tahan dengan pesona kalio buatan chef hotel yang telah mumpuni di bidangnya belasan tahun, yang kini sedang menyalin kalio mengepul ke piring.

Cori langsung cuci tangan, mengambil piring dan menatanya di meja dekat dapur--meja kayu persegi mini untuk dua orang saja. Tanpa merasa perlu mengganti baju, Cori sudah standby dengan makan siangnya. Dia tidak takut seragam putih abunya terkena cipratan kuah kalio yang pekat dan berwarna kuning.

Duh, pipinya kalau lagi makan, bikin gemes, batin Sudjana. Menggembung bak ikan puffer. Menonton anak satu-satunya makan dengan lahap sudah membuat pria paruh baya itu kenyang.

"Tambah lagi, Nak. Papa bikin dua kilo daging."

"Banyak amat, Pa," kata Cori di sela kunyahannya. Walaupun demikian, Cori mengambil satu potong daging lagi tanpa ragu.

"Karena hari ini Papa lagi off, Papa mau bikin stok rendang untuk di kulkas. Sayur dimakan, Nak."

Si anak gadis langsung meringis. Cori tidak suka sayur. Cori tidak suka dedaunan. Cori tidak suka tumbuhan berklorofil itu. Titik!

"Ganti sama makan buah aja deh, Pa," rengek Cori manja. Tentu saja rengekan tadi tidak mempan bagi Sudjana.

"Keduanya saling melengkapi asupan vitamin dan mineral, bagus untuk kamu yang lagi sekolah, yang otaknya tidak bisa berhenti berpikir, dan yang masih dalam masa pertumbuhan. Banyak manfaat makan sayur ...."

Dan bla ... bla ... bla ... Cori tidak lagi mendengar nasihat sang papa. Papa kalau udah ceramah bisa satu jam pelajaran. Eh ... CORIANDER! teriak Cori dalam kepalanya. Perutnya yang setengah terisi membuat otaknya kembali berfungsi.

"... supaya kulit kamu terjaga kelembabannya, rambut kamu bagus tumbuh-,"

"Pa," potong Cori.

"Ya?"

"Papa nggak makan?" Cori baru sadar, meja di hadapan papanya tidak ada piring sama sekali.

"Nanti, setelah anak gadis Papa selesai makan."

Lihat selengkapnya