Berhubung Cori setuju dengan permainan kecilnya, maka Ben meminta Cori untuk menonton sandiwaranya.
Selagi Ben menggeser tombol hijau dan mengaktifkan speaker, dada Cori mulai bergemuruh.
"Sayang, kamu di mana sekarang? Kamu nggak jadi ikut reuni SMA, kan? Katanya kalau nggak ada aku, kamu nggak mau pergi. Kamu lagi ngapain, Sayang? Aku ganti ke video call, ya? Sayang? Halo .... Suara kamu kok nggak ada?" Arga langsung memborbardir Cori dengan isi kepalanya begitu hubungan telepon tersambung.
Mendehem beberapa kali, Ben mulai beraksi. "Halo, sekarang Cori sedang tidak bisa menerima telepon. Saya bicara dengan siapa, ya?" tanya Ben seramah mungkin.
"LU SIAPA? Kenapa lu yang jawab ponsel Cori?! Ngapain kalian berdua-duaan? Kalian di mana?!" Suara Arga berubah gusar dengan cepat.
"Saya …," Sebelum menjawab, Ben melirik Cori yang juga ikut-ikut menegang. "teman dekat Cori. Kami sedang jalan-jalan di tepi pantai."
Si Penonton menajamkan pendengarannya demi menyimak pembicaraan dua lelaki ini. Akting Ben sangat luar biasa tenang meski kekasihnya seperti orang yang kebakaran rumah di ujung sana.
"TEPI PANTAI?!"
"Betul. Dia kecewa karena tidak jadi datang ke reuni SMA-nya. Jadi saya bersedia menemani gadis cantik ini ke manapun dia ingin pergi."
"TEMAN DEKAT? GADIS CANTIK? Cori tidak punya teman dekat laki-laki. Beraninya lu muji-muji cewek gua!"
Kak Ben! protes gadis itu tanpa suara.
Ben justru membalasnya dengan kekehan kecil.
"Kamu memang cantik. Aku nggak membual untuk yang satu ini," bisik Ben serius. Cori sampai melempar tangannya ke udara.
Dia bukan pembunuh berdarah dingin, tapi tukang gombal kelas kakap, satu circle sama Denny Cagur! dumel Cori di kepalanya.
"Berarti Anda tidak mengenal 'pacar' sendiri. Lagi pula, Cori memang cantik. Rugi besar ada orang yang sia-siain wanita seperti dia."
Tarikan kuat di lengan kemejanya membuat Ben menoleh pada si pelaku.
"Kak Ben mulai ngelantur. Udahan aja," desis Cori mengancam. Sayangnya, wajah serius Cori diartikan berbeda oleh Ben.
Ya ampun. Kenapa pipinya lucu begitu? batin Ben.
"HEH! Jangan macam-macam sama pacar gua! "
"Yang macam-macam itu saya atau Anda, sih? " Ben mendengkus geli.
Si Gadis Cantik memutar bola matanya dramatis. Namun, tak pelak garis senyumnya tertarik jua ke kiri dan ke kanan.
Astaga, kenapa aku nggak merasa bersalah sama Mas Arga? bersitnya. Cori mulai merasakan kalau ide ini tidaklah terlalu buruk.
"Siapa lu?! Ketemu kita sekarang!"
"Tidak perlu bertemu, soalnya kami mau pergi bersenang-senang."
"Woi, tunggu! Gua mau bicara sama pacar gua!"
Klik. Komunikasi dimatikan sepihak.
Arga mencoba menghubungi Cori beberapa kali. Yang didapat Arga? Dia dikacangi.
Puas, itu kata yang menggambarkan isi hatinya. Cori tanpa sadar terus tersenyum. Namun, detik berikutnya senyum itu lenyap dari wajah cantiknya.
"Terus setelah ini apa?" Tiba-tiba Cori panik sendiri. "Kalau Mas Arga minta penjelasan, aku harus jawab apa? Yang bohong kan, Kak Ben, bukan aku." Cori tak dapat menyembunyikan kegundahannya. Ia sampai menggerakkan tangannya tak tentu arah.
Ben sampai harus memerangkap kedua pergelangan tangan Cori dalam genggamannya. "Tenang dulu, Cori."
"Yang bakal ketemu Mas Arga setelah telepon tadi tuh aku, Kak. Bukan Kak Ben. Toh setelah ini kita nggak akan bertemu lagi."
Terus terang Ben tidak menyukai ucapan Cori. Ben tidak menyukai perpisahan. Telah banyak adegan perpisahan menyakitkan yang ia alami. Untuk itu, kali ini Ben tidak akan membiarkan dirinya dan Cori berpisah untuk yang kedua kali.
"Cori, dengar!" Ben memastikan Cori hanya menatap matanya dan meremas lembut kedua tangan adik kelasnya agar ia sadar. "Urusan Arga sudah menjadi urusanku bila menyangkut kamu dan Riri. Aku tidak akan membiarkan pria berengsek macam dia menyakiti kalian."
Karena Cori diam saja, Ben menyerahkan ponselnya sendiri pada adik kelasnya.
"Simpan nomor kamu di sini. Kalau Arga menghubungi kamu, bilang padaku. Selama kita masih berada di satu pulau yang sama, kita tidak akan berpisah," jawabnya mantap langsung ke bola mata yang khawatir itu.
"Kak Ben janji?"
"Janji."
Entah bagaimana, Cori bisa merasakan kali ini janji barusan benar-benar akan ditepati.
Dan Cori pun menyimpan nomornya di ponsel milik Ben dengan nama, Coriander Romaine Sudjana.
***
Untuk makan malam, Ben meminta Cori membawanya ke restoran mi Tarempa, makanan khas Kabupaten Anambas. Ia ingin membuktikan apakah rasanya sesuai dengan klaim yang disombongkan kawannya saat masih bertugas di Pekanbaru.
"Jadi, suka sama mi Tarempa?" tanya Cori.
Ben melicinkan piringnya, baru bicara. "Lidahku kaget ada potongan ikan. Sejujurnya bukan tipeku. Tapi bumbunya enak. Cocok sama teh tarik dingin."
"Kak Ben nggak suka ikan tongkol."
Ben tersenyum. "Tebakan yang tepat."