Sejak Ben memulai tugasnya memeriksa unit-unit di bawah pengawasan Cabang Legenda, Cori praktis tidak bisa mendekati Ben. Padahal rasa penasarannya sudah sampai ke ubun-ubun karena pernyataan Ben tempo hari: Jangan beri tahu siapa pun kalau kita bertetangga.
Memangnya kenapa? Apa salahnya orang lain tahu bahwa mereka tinggal di lingkungan yang sama? Apa untungnya menyembunyikan fakta itu?
Lalu ada alasan lain kenapa ia harus bicara dengan auditor itu. Arga terus-terusan menelepon dirinya. Apa yang harus ia katakan? Terus terang ia belum mempersiapkan diri menghadapi hubungannya dengan Arga yang sudah tak bermuara. Apa yang harus ia katakan pada papanya dan orang tua Arga?
"Haaah." Desahan Cori tak luput dari si Nona Kasir, Winnie.
"Lo kenapa, Kak?"
"Udah sampai mana perjalanan duet maut auditor kita, Win?" Cori sedang tidak mau membagi perasaannya dengan orang lain.
Ke mana semua nasabah? Kenapa hari ini sepi sekali? Semakin sepi nasabah, semakin banyak waktu luang untuk Cori memikirkan hal tidak penting seperti Arga dan ... alasan Ben.
"Hari ini hari terakhir, Kak. YESSS!" Winnie sampai mengepalkan tangannya ke udara.
Cori tertawa kecil. "Tapi kan mereka belum periksa kantor kita, Win. Lupa, ya?"
Seketika tangan yang berselebrasi tadi terhempas ke pangkuannya. "Yaaah, Kak Cori. Gue lupa. Sumpah. Gue capek banget tahu pulang malam terus. Apa lagi kalau kantor kita yang kena periksa. Alamat bisa pulang pukul sembilan malam, nih. Seminggu ini aja kita selalu pulang setelah magrib."
Cori paham perasaan Winnie dan semua kru yang bertugas di kantor cabang. Kantornya harus menunggu unit-unit yang diperiksa sampai selesai di kantor masing-masing hingga mereka melapor ke kantor cabang. Kemudian, kru cabang juga harus menunggu para auditor selesai bekerja di kantornya di lantai tiga, barulah ia bisa pulang. Begitulah siklus yang Cori dan seluruh karyawan Cabang Mega Legenda lalui selama seminggu ini.
Tidak hanya Cori kok yang kelelahan, Ben juga. Makin hari, Cori dapat melihat perubahan yang terjadi pada Ben. Pria itu memang tidak pernah mengeluh, tapi dari wajahnya terlihat sangat jenuh. Kantong matanya menghitam dan pundaknya makin merosot tajam.
"Sabar. Yang penting kerjaan kita beres, Win. Kalau nggak ada kesalahan, fraud, atau nggak mengikuti SOP, pemeriksaan yang dilakukan Pak Malik dan Bu Farida bakal cepat kelar."
"Mumet kalo mikirin audit. Mending cari makan, yuk? Udah jam makan siang."
"Ayuk."
"Bentar, Kak." Winnie mengeluarkan ponsel dari saku blazernya dan bibirnya langsung memberengut.
"Kak, gue musti jemput adek gue ke TK-nya."
"Yah, gue makan sendiri."
"Saya temenin."
Dua front liner itu segera menoleh pada sumber suara.
"Pak Malik?" ucap Cori dan Winnie serentak dan saling berbalas pandang.
***
Ben dan Cori duduk terperangah kekenyangan setelah menyelesaikan nasi pecel Family (letaknya hanya dua blok dari kantor cabang) yang super enak dengan berbagai sayuran rebus dan kuah kacang yang gurih dan pedas. Lebih tepatnya, Benlah yang memakan sebagian besar sayur dari piring Cori karena ia tidak menyukai sayuran hijau.
Kalian tahu? Tadi Ben ngomel-ngomel seperti seorang ayah yang sedang menasihati anaknya karena tidak mau makan sayur. Begini tadi polah Ben yang cosplay jadi bapak-bapak.