Apa isi kepala Ben sebenarnya?
Gara-gara pertanyaan itu, Cori tidak fokus bekerja menunggu kedatangan Ben dari Natuna.
Semalam Cori mendadak cengeng setelah mengatakan kejujuran mengenai dirinya. Bagaimana Ben menanggapinya? Ben tidak mengeluarkan sepatah kata pun, seakan memberi waktu sampai tangis Cori reda, lalu ia berkata:
"Aku enggak tahu apa yang telah kamu lalui hari ini. Sepertinya emosi sedang menguasi kamu, Coriander. Tenangkan diri, minta kesabaran dan keikhlasan pada Tuhan karena Dia yang Maha membolak-balikkan hati kita. Besok kita akan bicara lagi. Sebab, apa pun yang akan aku katakan malam ini, mungkin kamu enggak mau percaya dan enggak mau mendengarnya. Tidurlah lebih cepat. Lalu, tunggu aku di Batam, Coriander."
Senggolan di lengan membuat Cori terperanjat di kursinya dan memutus lamunnya.
"Jangan ngagetin, Winnie."
"Kakak itu ngelamun sejak tadi pagi. Udah siang lho, ini. Udah sampai mana khayalan lo, Kak?"
Cori mendecih kecil. "Lagi banyak pikiran aja." Cori melambai tangannya malas.
"Mikirin si Latoh Silong, yaaa?" goda Winnie.
Daripada menjawab pertanyaan Winnie, Cori lebih penasaran dengan satu hal. "Emang latoh silong apa, sih, Win?"
"Itu lho kak, sejenis rumput laut yang bentuknya kayak anggur, tapi anggurnya kecil-kecil segede biji ketumbar. Warnanya hijau segar."
"Maksud lo anggur laut?"
"Nah!" Cori sampai kaget. "Bener banget. Jadi Kak, latoh silong itu ...."
"Ya?"
"Asalnya dari ...." Winnie sok-sokan misterius.
"Dari?"
"Na-tu-na."
"Aaah!" Cori menjentikkan jarinya. Jadi Abang mau ajak aku makan rumput laut? pikirnya. "Latoh silong itu makanan khas Natuna, ya? Pantas aja."
"Hm?" Winnie bergumam penuh curiga.
"Lupakan," sambung Cori cepat-cepat.
"Jadi benar, kan, lo lagi mikirin si Latoh Silong?" tembak Winnie tanpa ba bi bu lagi.
"Apa, sih, Win? Gue lagi mikirin cuti yang masih full 12 hari bakal gue habisin untuk apa," ucap Cori asal.
"Ya udah sih, habisin aja cuti lo buat makan latoh silong noh, langsung ke Natuna. Deket ini," ucap Winnie enteng.
"Winnie!"
Si kasir malah terbahak-bahak. Untung nasabah sedang tidak ada. Habisnya, kulit wajah Cori yang cerah langsung semerah semangka. Ia lebih memilih mengerjakan laporan di buku manual.
Latoh silong sialan! kutuk Cori di kepalanya.
"Kak, Kak!" Winnie mengguncang bahu partner-nya kencang-kencang.
"Apa, Win?" jawab Cori tanpa menoleh.
"Itu!"
"Apaan, sih?" Kapok diledek Winnie lagi, Cori memilih masa bodoh dan melanjutkan apa yang tertunda beberapa detik yang lalu.
"Si Latoh Silong jalan ke sini, Kak!" desis Winnie.
"Lo jangan becandain gue."
"Ah, elah. Beneran, Kakak zheyenk. Ituuu!" gemas Winnie.
Tepat saat Cori memutar kepalanya menuju arah telunjuk Winnie, seorang pria tampan bertopi baseball dengan baju kemeja kotak-kotak, celana denim biru muda, dan sepatu kets yang mengisi kepalanya seharian ini masuk ke ruangan pelayanan. Pria itu tersenyum. Sangat lebar. Dan tentu saja senyum menawan itu hanya untuk si Gadis Ketumbar.
Cori mengangkat bokongnya cepat-cepat. "Pak Malik kenapa masuk kantor?" Kening Cori mengernyit heran. "Bukannya hari ini libur? Pak Malik baru landing ...," Cori melihat jam di dinding. "sejam yang lalu, kan?"
Sedetik kemudian Cori mengumpat pelan atas informasi yang berlebihan ini. Sudah bisa dipastikan ia akan jadi bulan-bulanan si kasir rese tapi kesayangan.
"Mau nge-drop oleh-oleh buat kru cabang aja. Aku ditunggu taksi di depan."
Ben meletakkan banyak kantong plastik di meja bagian belakang. Langsung dong, diserbu Winnie dan Gusti.
Ketika kantong oleh-oleh sedang dibongkar muat, diam-diam Ben meletakkan satu bungkus coklat di meja Cori dan berbisik di telinganya, "Bagus untuk naikin mood. Tapi jangan kasih Winnie, ya. Khusus buat kamu. Aku akan hubungi nanti."
Lalu pria itu pun pergi meninggalkan Cori yang tiba-tiba sesak napas gara-gara betapa dekatnya Ben berbisik di telinganya. Ditambah bau parfum Ben tertinggal di rongga hidungnya, membuat dadanya berdebar dengan cara yang berbeda.
***