Ben & Cori

Steffi Adelin
Chapter #35

35. Moza, si Maha Benar

"Win, alamat Cori di Perumahan Nuri 1, kan?" Moza menghadang Winnie ketika ia hendak naik ke lantai 2.

"Iya, Mbak."

"Cori di Kluster Kepodang, kan?"

"Iya."

"NAH!"

Winnie kaget sampai menekan dadanya.

"Lo apa-apaan sih, Mbak? Deket sama lo bikin umur gue berkurang lima tahun," kesal Winnie.

"Iya, iya, gue minta maaf."

"Dimaafin," katanya cepat. "Kenapa Mbak Moza tanya alamat Kak Cori?" tanya Winnie curiga.

"Lo mau tahu apa yang aneh dari alamat Cori?"

Winnie jadi mengurungkan niatnya menaiki undakan tangga, lalu mendekati Moza dengan rasa penasaran yang memuncak.

"Emang apa, Kak? Nggak ada yang aneh seingat gue."

"Ck! Ini anak pasti enggak tahu. Pak Malik sama Cori sama-sama tinggal di Kluster Kepodang, Win!"

"Heee? Nggak mungkin."

"Apa sih yang nggak mungkin di dunia ini?" Moza memutar bola matanya.

"Kenapa Kak Cori nggak pernah cerita ke gue?"

"Sengaja, kali?" Mata Moza menyipit curiga.

"Emang Mbak tahu dari mana alamat Pak Malik?"

"Gue kebetulan nemu paket Pak Malik di meja sekuriti."

Winnie mengangguk-angguk.

"Eh tapi, apanya yang aneh? Menurut gue biasa aja. Berarti mereka tetanggaan. Selesai perkara."

"Jangan-jangan mereka tinggal seruma—,"

"Mbak! Kalo ngomong hati-hati dong," sela Winnie buru-buru.

"Tapi menurut gue ada yang aneh dari mereka, deh," imbuh seseorang di belakang mereka.

Dua pasang mata itu menoleh pada Marzuki. Ia baru datang, lengkap dengan jaket kulit dan tentengan helm racing yang tidak bisa ditinggal sembarangan di parkiran.

"Kenapa lo bilang begitu, Ki?" Lagi-lagi mata Moza menyipit curiga.

"Soalnya ...." Pria itu sengaja berhenti dan kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan seperti pencuri yang hendak menyambar target diam-diam.

"Soalnya?" ulang Winnie.

"Soalnya apa, Juki?" tanya suara berat dari arah ruangan kepala cabang Mega Legenda.

"Astaga naga! Bapak ngagetin!" teriak Marzuki.

"Yah, Bapak gangguin aja, nih," protes Moza. "Juki lagi serius, Pak."

Yusuf bukan sedang kehilangan wibawa sebagai pemimpin cabang, tapi kepribadiannya yang friendly membuat dia sedekat itu dengan stafnya.

"Kalian! Ngobrolin apa, sih? Serius amat." Yusuf nimbrung tanpa diundang. Radar gosip Yusuf berdiri tinggi setinggi menara provider seluler.

Tidak karyawannya, tidak bosnya, penyakit ingin tahu sudah menjangkiti semua lapisan hirearki di PT. Sejahtera Bersama.

"Itu lho, Pak. Kita baru tahu kalau Cori dan Pak Malik tetanggaan."

"Oooh, Malik tinggal di Perumahan Nuri 1 juga, Za?"

"Bener Pak. Yang bikin spektakuler, ternyata mereka sama-sama tinggal di Kluster Kepodang!" tambah Moza.

"Oh, ya?" Dahi Yusuf mengernyit samar.

"Terus Pak," sambung Marzuki. "Saya lihat mereka berdua jalan di mal."

"Okay. Lalu?" Yusuf, walaupun terlihat tak tertarik, tapi lama-kelamaan gerak tubuhnya semakin condong pada Marzuki.

"Pak Malik ngerangkul Cori terang-terangan di depan umum!"

Semua mulut terkesiap. Mereka tak siap dengan berita panas barusan. Apa lagi Moza.

"Pak Malik ngerangkul Cori banget, Ki?" tanya Moza tak mau percaya.

"Setahu gue pacarnya Kak Cori kan Mas Arga, Bang."

"Iya. Bapak juga pernah dikenalin Cori sama pacarnya." Yusuf membenarkan. "Yang kerja di perusahaan gas negara."

Lihat selengkapnya