Bobby, siswa kelas XII MIPA 1 bersaing bersama dua belas pesaingnya dan rupanya dia kurang mahir dalam pelajaran hitung-hitungan. Tadinya, saat dia kecil, Bobby menyukainya, karena masih dianggap gampang. Malah, semakin lama, semakin sulit… dan potensi belajarnya semakin menurun…, pastinya, bukan? Tapi anehnya, dia dijuluki ‘math-phobia teacher’—seorang guru matematika yang tidak menyukai matematika. Memang itu ada? Kalau ada, kok dia bisa seperti itu?
Yuk, kenali Bobby, siswa SMA Pusaka Jaya yang humoris, serba ingin tahu, dan berbakat dalam memutar balik jam pasir.
“Ah… kayaknya ada pelajaran MTK. Perasaannya…, dari aku kecil sampai sekarang, gurunya nggak ada yang nyantai,” kata Bobby sambil duduk melamun di kelasnya.
Teman yang duduk di sebelahnya menyahut, “Memang. Kalo kamu nggak suka, kenapa kamu pengen masuk kelas IPA? Orang IPA itu nggak pernah nyantai malah nyate otaknya.”
“Benar. Lama kelamaan, rasa-rasanya MTK bisa jadi musuh aku. Mereka kayak pengen ‘nusuk aku dari belakang.”
“Kamu bicara apa sih? Itu mungkin perasaan kamu. Jangan aneh kamu,” salah satu temannya menegur Bobby dan bertanya, “Memangnya, kamu ada masalah di rumah?”
“Kata siapa? You ngawur kali.”
“Apa maksud kamu? Memangnya, guru MTK kamu dulu nyebelin?”
Bobby terdiam dan mengangguk kepalanya.
“Beda banget ya…, guru MTK di SMP aku nggak kayak begitu, ya sama kayak Bu Gloria, guru MTK kita kelas 10 sama 11.”
“Ya, kamu mah senang! Punya guru yang calm kayak gitu. Beda kayak aku. Udah tampang gurunya serem, hitem, tinggi, bawa rotan lagi kemana-mana. Setiap orang ‘nanya, dia cuek aja…, bahkan sama guru. Gak ada rasa humor dan perhatian.”
Oopsie-daisy, Bobby!
Jangan menghina seperti itu, tidak baik.