Harmonika: Menuju yang Tertinggi

Muhammad Nurkeisar Rais
Chapter #2

1.2 — Angka-angka Berseru: Berserulah, Angka-angka

Hari ini, pelajaran MTK, Bu Aria gurunya. Bobby duduk di bangkunya dan mengamati jam dinding kelasnya, dia teringat, sejak Sekolah Dasar, guru matematikanya begitu sarcastic, sampai pernah dijewer telinganya karena asyik mengobrol.

“Bobby, apa dulu kamu pernah dimarahi oleh guru MTK?” tanya teman Bobby, Juliet.

Tahu-tahu, Bobby menangis.

“Ih, kamu kenapa ‘nangis?”

Dan Bobby menyilangkan kedua tangannya sambil menoleh ke arah sebaliknya serasa dia kesal pada Juliet.

Bobby dalam hati berkata, “Busyat dah, aku harus ceritain atau gak ya?”

Sebenarnya, Bobby memang belum pernah mendapatkan guru matematika yang paling baik baginya. Bobby kurang semangat belajar matematika di kelas, tidak seperti di rumahnya dan dulu, dia selalu mendapatkan nilai yang baik.

Tapi, menurut Bobby, belajar matematika itu menyenangkan. “Oh, aku ceritain 'aja deh,” dalam hatinya.

“Bob, kenapa kamu gak jawab pertanyaan aku?” Juliet bertanya menunggu cerita Bobby.

Bobby menjawab pertanyaannya, “Kamu tahu, belajar matematika itu menyenangkan?”

Teman Bobby di belakang kaget, “Apa maksud kamu?” dan teman di sebelahnya berkata, “Benar, matematika itu membuat otak kita terbakar.”

“Ah, sok tahu! Buktinya, otak kita gak terbakar,” jawab Juliet dengan tegas. “Ayo, Bobby ceritakan!”

Bobby bercerita, “Saat aku SD sekitaran kelas 2, aku pernah bertemu angka-angka, dan mereka ‘nyapa aku.”

“Hah? ‘Gimana caranya?”

Saat Bobby berusia 9 tahun, dia pernah tersesat di negeri buangan, maksudnya negeri entah mana. Langit berwarna biru cerah, tidak ada awan. Dan tanah berwarna putih seperti Bobby berubah kecil—berjalan di atas es krim vanila yang keras dan beku. Bobby melihat sekitar, tidak ada apa-apa. Dia tidak melihat rumah, jalan, tiang lampu, bahkan orang-orang. Begitu kosong dan sepi, tidak ada apapun yang dia lihat.

Saat Bobby berjalan, dia merasa ada seseorang yang mengikutinya dari belakang. Semakin dia jalan, semakin dia takut. 

Melihat ke depan, tidak ada apa-apa.

Melihat ke kanan dan kiri, juga sama. 

Melihat ke belakang, ada pohon pinus yang tinggi.

Bobby merasa aneh. Sejak kapan pohon itu ada? Sebelumnya, Bobby tidak melihat apa-apa di situ. Kaki Bobby terasa dingin dan beku seakan dia memang berjalan di atas es tanpa mengenakan alas kaki.

Melihat pohon pinus itu, terlihat sesuatu yang aneh baginya. Dia mendekati pohon itu perlahan dari jauh, tapi dia tidak melihat apa-apa.

“Kok gak ada apa-apa?”

Bobby semakin curiga dan ketakutan—berlari cepat menjauhi pohon itu. Sebenarnya, siapa yang bersembunyi di belakang pohon pinus itu?

Semakin dia berlari, semakin dia lelah. Bobby berkeringat dan mengedipkan matanya agak lama. Ketika Bobby membuka matanya, dia melihat ada air yang mengapung di udara—terus naik dan naik ke atas tanpa henti. 

Apakah ini surga? Menurutnya.

Lihat selengkapnya