BENANG MERAH

Huang Wiwin
Chapter #4

Part 4 Bisa Merelakan?

"Silahkan duduk," kata Pak Budi.

"Bapak tahu kalau kamu sedang berduka. Bapak dan para guru juga turut berduka atas kehilangan murid kesayangan kami. Tapi, biar bagaimana pun kamu harus fokus pada pelajaranmu. Ingat Mimika, kamu sudah kelas 12 SMA. Bapak tetap berharap kamu bisa fokus dan lulus dengan hasil yang memuaskan," ungkap Pak Budi, begitu Mimika duduk tepat di depannya.

"Iya, Pak. Mimika mengerti maksud baik dari Bapak," balas Mimika pelan.

"Bapak tahu, sulit bagi kamu sekarang, karena kamu sudah kehilangan orang yang selalu ada buat kamu, tapi kamu harus tahu, kalau kamu tidak sendiri. Masih ada banyak orang yang peduli sama kamu. Ada keluargamu, teman sekelasmu, dan para guru. Kamu jangan merasa sendirian, ya."

Mimika tidak menyangka akan mendengar ucapan seperti itu keluar dari bibir Pak Budi yang selama ini bagi Mimika hanya seorang guru yang menyebalkan dan kaku tentunya, tapi sekarang penilaiannya selama ini langsung lenyap seketika.

"Makasih banyak, Pak. Aku merasa terhibur mendengar ucapan dari Bapak," ungkap Mimika disertai tatapan tulus.

Pak Budi sedikit tersenyum. "Setiap orang datang dan pergi. Kita membuat kenangan bersama orang-orang yang berharga dan orang yang kita sayangi. Begitu seseorang itu pergi, setidaknya masih ada kenangan yang tersisa. Sedih, iya. Pasti kita merasa sedih, tapi jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Kasihan mereka pula yang sudah pergi tidak bisa pergi dengan benar, kalau kita lama berlarut dalam kesedihan. Untuk saat ini, silahkan bersedih, tapi ada waktunya kamu harus benar-benar melepaskannya. Jangan lupa untuk merelakan secepatnya."

Ucapan yang dikatakan Pak Budi telah menampar keras wajah Mimika, tanpa perlu menyentuh secara langsung.

Sudah lebih dari sepuluh menit, Mimika duduk di kantin dengan semangkuk bakso yang awalnya panas mengepul sudah menjadi hangat.

"Tidak dimakan?"

Mimika menoleh ke asal suara. Seseorang telah duduk di sampingnya sejak beberapa menit yang lalu, tanpa disadari oleh Mimika.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Mimika. Dia kaget melihat sosok Alfredo.

"Aku lihat kamu bengong dari tadi, jadi aku coba samperin."

Mimika menghela napas. "Aku merasa bersalah," gumamnya.

"Iya? Apa?" tanya Alfredo. Lantaran suara Mimika terdengar samar di telinganya.

"Tidak apa-apa," jawab Mimika.

Mimika menyendokkan satu bakso ke dalam mulutnya, lalu ia mulai mengunyah. Ia tidak menghabiskan semua makanannya. Nafsu makannya menghilang begitu saja.

"Tidak dihabiskan?" tanya Alfredo.

"Lagi malas buat makan," jawab Mimika seadanya.

"Kamu lagi ada masalah?"

Mimika melirik ke samping. Dia menatap Alfredo selama beberapa detik, lalu bersuara, "Entah cuma perasaanku aja atau memang benar adanya, tapi kok ... kamu terlihat beda ya?"

"Maksud kamu?"

Lihat selengkapnya