Pembubaran kelas telah berlalu selama sepuluh menit lebih, tapi Alfredo belum balik ke kelas sedari tadi. Padahal dia sudah lama izin keluar dari ruangan. Mimika tetap menunggu Alfredo sampai ruang kelas hanya tersisa dia seorang diri, namun Alfredo tetap tak kunjung kembali.
Mimika beranjak dari tempat duduk dan melangkahkan kaki berjalan ke tempat di mana biasa Alfredo duduki. Mimika memerhatikan barang Alfredo yang masih ada di tempat. Dengan ragu ia mengambil buku tulis milik Alfredo dan hendak langsung menutupnya, namun begitu ia membalikkan buku tulis dalam pegangannya, sebuah gambar lantas membuatnya terkejut. Gambaran dirinya sendiri berada di sana.
Dia melihat ke arah pintu dan detik berikutnya dia langsung mengembalikan bukunya seperti semula. Mimika mengurungkan niatnya untuk membantu memasukkan barang Alfredo ke dalam tas.
Sejak kapan dia menggambar wajahku? pikir Mimika.
Tersirat rasa penasaran dalam diri Mimika, namun ia tidak perlu tahu lebih tentang hal tersebut. Menurutnya, sekarang bukan waktunya untuk berpikir yang tidak diperlukan.
Alfredo kembali dengan membawa minyak telon dalam genggamannya. Raut wajahnya terlihat pucat dan gerak-geriknya terlihat melemah berjalan menghampiri Mimika.
"Kamu kenapa?" tanya Mimika, begitu Alfredo berada di depannya. "Wajahmu kelihatan pucat sekali," lanjutnya.
Raut wajah khawatir Mimika dapat terlihat oleh Alfredo. Bibir Alfredo langsung membentuk senyum penghubung. "Cuma lagi sakit perut. Sepertinya aku sempat salah makan."
"Atau mungkin perutmu memang lagi kurang bisa cerna makanan?" tebak Mimika.
"Mungkin," jawab Alfredo singkat.
"Kalau begitu, biar aku yang bantu kamu masukin barang-barang kamu ke dalam tas."
"Eh, jangan.” Alfredo mencegah Mimika dengan tangannya, begitu Mimika menyentuh buku tulis miliknya.
"Kenapa?" tanya Mimika, padahal dia sudah melihat isinya.
"Jadi repotin kamu. Biar aku aja," jawab Alfredo.
Alfredo kemudian mengambil buku tulis bersamaan dengan pulpen yang berada di atas meja, beserta minyak telon yang berada dalam pegangannya. Dia masukkan semuanya ke dalam tas, kemudian memakainya di bahu sebelah kanan. Setelahnya, dia melihat ke arah Mimika yang sedari tadi melihatnya.
"Ayo, aku anterin kamu pulang,” ucap Alfredo tiba-tiba.
Refleks Mimika langsung melongo. “Hah?"
Raut wajah Mimika sekarang terlihat seperti orang bodoh yang sedang berusaha mencerna ucapan Alfredo.
"Aku anterin kamu pulang," ulang Alfredo sekali lagi.
Alfredo melangkahkan kaki menuju ke arah pintu. Sesekali dia menoleh ke samping untuk melihat sosok Mimika masih mengikutinya atau tidak. Diam-diam Alfredo mengulum senyum.
Mereka berdua berjalan keluar bersama dari ruang kelas dan pergi ke arah parkiran. Motor bebek kesayangan Alfredo akhirnya bisa dinaiki seorang perempuan selain mamanya.
Alfredo memakaikan Mimika helm cadangan yang selalu ia bawa–disimpan di dalam jok motor. Rasanya cukup canggung bagi Mimika. Pertama kali dia merasakan perasaan yang tidak biasa.
Alfredo menaiki motornya terlebih dulu, kemudian disusul Mimika dengan duduk menyamping di belakang Alfredo.
Alfredo menoleh sedikit ke belakang. “Bisa?" tanyanya untuk memastikan.