BENANG MERAH

Huang Wiwin
Chapter #8

Part 8 Sakit

Tidak ada jaminan ada atau tidaknya perubahan pada diri seseorang. Entah itu menuju ke arah yang positif atau negatif.

-Benang Merah-


Diburu oleh keindahan dalam mimpi memang cukup untuk membuat seseorang tak ingin diusik tuk terbangun dan kembali ke kehidupan nyata, tapi nyatanya perjalanan waktu tetap berlanjut.

Setiap detik demi detik teramat berharga, namun berada dalam mimpi tidak selalu demikian. Di alam mimpi seakan tengah melalui perjalanan yang panjang, tapi nyatanya hanya mengalami waktu yang singkat.

Waktu normal tidur seseorang biasanya selama delapan jam, tapi sering kali dalam mimpi terasa seperti sudah melewati beberapa hari dan terkadang bahkan sudah melewati batas antar ruang dan waktu.

Bagi sebagian orang, terjebak dalam mimpi mungkin lebih menyenangkan. Sebagian dapat bertemu dengan seseorang yang paling ditunggu dan dirindukan dan, sebagian mungkin dapat mengontrol mimpi sesuai yang diinginkan.

Rasa sakit nyata yang sedang dialami oleh seseorang dapat membuat seseorang mengigau dan terjebak dalam mimpi tersebut.

Meski dalam mimpi terasa indah saat ini, tapi Mimika kesulitan untuk menyadari akan waktu yang sedang ia lewatkan. Dia tidak sadar apakah ia tengah bermimpi atau memang benar-benar waktu sedang berjalan sebagaimana mestinya.

Canda dan tawa terdengar begitu jelas. Suara yang asalnya dari ruang tamu. Tontonan film kartun Dora membuat Mimika dan Doreko gemas. Padahal tujuannya sudah berada di depan mata, tapi malah bertanya lagi di mana jalan yang benar. Selain itu Dora banyak menyuruh penonton turut ikut membantunya memilih. Meski kadang cukup tampak mengesalkan, namun film kartun Dora membuat hal tersebut menjadi daya tarik tersendiri untuk menarik penonton yang bahkan sudah berada di usia dewasa. Menjadikan salah satu dari sekian banyak film kartun yang susah untuk terlupakan.

Berkali-kali pencetan bel terdengar di seisi ruang dalam rumah. Seseorang dari luar terlihat khawatir. Tidak ada tanda si pemilik rumah bakal keluar untuk membuka pintu untuknya. Tanpa berpikir panjang dia mencari cara agar dapat masuk ke dalam rumah.

Dari lantai satu tidak ada satu pun jendela yang dapat ia masuki, lantaran tertutup rapat. Dia melihat sebuah jendela yang letaknya di lantai dua sedang terbuka lebar.

Dia mencoba menggoyang-goyangkan pagar dan tiang putih yang terhubung ke atas atap rumah. Tampak cukup kokoh untuk bertumpu di sana. Dia berpijak di atas pagar, lalu menaiki tiang dengan sekuat tenaga menuju ke atas atap.

Dia berhasil naik ke atas atap, tapi untuk menuju ke jendela yang terbuka tidak dapat lewat dari atap yang hanya menutupi area samping lorong pintu utama sampai belakang rumah.

Dia melihat ke atas atap yang masih dapat ia naiki dengan jarak yang tidak tinggi dari tempat yang sekarang tengah ia pijak. Kedua tangannya memegang erat pada ujung atap. Dalam hitungan ketiga dia langsung berhasil menopang tubuhnya dan tiba di atas atap.

Dia berhasil masuk ke dalam rumah melewati jendela lantai dua. Pertama dia disambut dengan pemandangan sebuah tangga–berada tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang–tepatnya berhadapan dengan jendela dan yang kedua dia melihat sebuah pintu menuju ke sebuah kamar yang letaknya di samping jendela. Dia membuka pintu kamar dan melihat ke sekeliling.

Ruangan yang tengah ia lihat tertata dengan rapi dan kosong tanpa penghuni. Dia sadar ruangan siapa di sana, begitu melihat seragam sekolah berukuran besar tengah digantung di samping ranjang.

Dia berbalik dan hendak menutup pintu, tapi sekelebat seperti ada yang tengah berdiri di tengah ruangan. Refleks dia kembali melihat sekeliling dan tetap tidak dapat menemukan siapa pun di dalam sana.

Lihat selengkapnya