BENANG MERAH

Huang Wiwin
Chapter #19

Part 19 Ada Apa Sebenarnya?

Alfredo sedikit kurang lebih mengetahui beberapa hal tentang medis. Apabila seseorang baru mengalami sebuah insiden kecelakaan, tidak boleh asal bergerak dulu, sebelum kondisi tubuh merasa sudah agak baikan.

Beberapa menit sudah terlewatkan dan selama itu Mimika menuruti perkataan Alfredo. Dia tidak bergerak sama sekali.

Hari sial memang tidak ada di dalam kalender, tapi kenapa aku harus mengalami kesialan ini selama dua hari berturut-turut? batin Alfredo.

"Bagaimana perasaanmu? Sudah merasa jauh lebih baik?" tanya Alfredo, selepas dia merasakan perasaan yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

"Sudah," jawab Mimika singkat.

"Oke. Kalau begitu, coba pelan-pelan kamu bangkit berdiri."

Bukannya Alfredo tidak mau membantu Mimika, tapi untuk seseorang yang baru terjatuh, dia harus bangkit sendiri agar tidak terjadi hal yang serius pada tubuhnya.

Mimika terlihat agak kesusahan untuk berdiri, namun perlahan dia mencoba, hingga akhirnya dia mampu berdiri dan memegang pada pegangan tangga sebagai benda penopang paling terdekat dengannya sekarang.

Setelah itu disusul oleh Alfredo yang berdiri sendiri. Alfredo melihat tangan dan kaki Mimika terluka dan mengeluarkan sedikit darah. Masih bisa dapat diobati dengan perlengkapan kotak P3K, tapi mereka baru jatuh dari tangga. Takutnya ada bagian dalam tubuh yang terluka.

Alfredo tidak mau mengambil resiko. Tanpa berpikir panjang, Alfredo langsung menggendong Mimika dari depan. Kedua mata mereka saling bertemu, tapi hanya berlaku sebentar karena Alfredo sudah membawanya keluar dari rumah dan pergi ke rumah sakit.

Sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit, Mimika agak khawatir melihat kondisi Alfredo. Alfredo terlihat seperti biasa-biasa saja, tapi Mimika dapat mendengar dengan jelas, betapa keras suara yang dihasilkan, saat mereka terbanting jatuh ke lantai bawah. Terlebih Alfredo melindungi dirinya agar tidak terkena lantai yang dingin.

Mobil yang dipakai Alfredo melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan. Begitu tiba di rumah sakit, Alfredo terlebih dulu memakirkan mobilnya di area parkiran.

Alfredo terburu-buru keluar dari pintu kemudi dan berjalan melewati bagian depan mobilnya. Alfredo membuka pintu penumpang dan melihat Mimika sekilas, kemudian ia membalikkan badannya dan berjongkok di sana.

Alfredo menepuk bahu kanannya dan menoleh sedikit ke belakang. “Ayo, naik," kata Alfredo.

Alfredo memberikan punggung belakangnya untuk dinaiki Mimika. Awalnya Mimika sempat ragu, tapi akhirnya dia langsung memeluk Alfredo dan naik ke punggung Alfredo.

Alfredo memastikan kembali posisi Mimika di belakang sudah aman atau belum, baru ia berdiri dan menutup pintu penumpang.

Alfredo membawa Mimika ke tempat unit gawat darurat. Mimika berbaring di atas ranjang pasien dan langsung ditangani oleh dokter. Dokter yang menangani Mimika melihat ke arah Alfredo.

"Kamu juga harus segera ditangani."

"Dia saja dulu, Dok," balas Alfredo.

Mimika lantas memegang tangan Alfredo.

"Aku tidak apa-apa sendirian di sini. Kamu pergi periksa sana. Sekalian obatin dulu lukamu, ya," bujuk Mimika.

Dengan berat hati Alfredo mengangguk. Dia menuruti perkataan Mimika.

"Tolong urus dia dengan baik ya, Dok," mohon Alfredo.

Dokter yang kelihatan sebaya dengan mamanya memperlihatkan senyuman disertai sebuah anggukan ke Alfredo.

Alfredo melihat ke tempat Mimika sekali lagi. Mimika memberi Alfredo senyuman manisnya, sebelum akhirnya salah satu perawat yang ada di sana membawa Alfredo pergi berbaring di ranjang pasien dan ditangani oleh dokter lain yang ada di sana.

Sedangkan, di tempat yang berbeda. Di dalam rumah Mimika terlihat seseorang tengah berdiri tanpa menginjakkan kaki ke tanah. Raut wajahnya begitu muram. Dia sedang meratapi dirinya sendiri.

Cukup lama dia melihat kedua tangannya. Dia menjadi susah untuk mengontrol diri. Segala emosi dan suasana hatinya dapat berubah secara mendadak, tanpa bisa ia tahan.

Lihat selengkapnya