Mimika merasa hidupnya sekarang sejak bertemu dengan Alfredo, bagaikan selembar kertas yang berisi pertanyaan dan jawaban yang apabila dia salah mengoreksi, takutnya malah mencelakai nilai orang yang telah mengisi jawaban tersebut.
Suara ketukan pintu menyadarkan Mimika dari lamunannya. Mimika pergi membuka pintu. Terlihat sosok Linda dalam balutan kain sutra terusan berwarna putih berdiri di depan pintu dengan membawa selimut di kedua tangannya.
"Ini Tante bawain selimut buat kamu."
"Makasih, Tante."
Mimika mengambil selimut dari tangan Linda.
"Boleh Tante masuk? Kita ngobrol sebentar."
"Silahkan, Tante.”
Mimika membiarkan Linda masuk ke dalam dan duduk di tepi ranjang.
"Sini, duduk di samping Tante saja," kata Linda sembari menepuk ranjang di sampingnya.
"Kamu pasti tidak terbiasa menginap di rumah orang ya?" tebak Linda sambil menatap wajah Mimika, setelah Mimika sudah duduk di sampingnya.
Mimika mengangguk. "Maaf, kalau Tante jadi tersinggung."
Linda justru malah tersenyum ke Mimika.
"Tentu saja tidak. Wajar saja kok kalau kamu merasa asing berada di tempat baru, tapi untuk sementara kamu tinggal di sini dulu ya. Mama kamu khawatir banget sama kamu," kata Linda.
Linda meraih tangan kanan Mimika dan menepuk pelan di sana. Senyuman yang ia tampilkan menghangatkan hati Mimika.
"Kamu pasti kesepian sendirian."
Kata yang Linda keluarkan barusan membuat Mimika menahan diri. Dia menahan tumpukan cairan bening yang berusaha turun dari sepasang matanya. Dia tidak mau meneteskan air mata di depan Linda.
"Tapi kamu tenang saja. Mulai sekarang kamu boleh anggap Tante sebagai keluarga kamu. Sebagai peran pengganti di saat mama kamu sedang sibuk bekerja. Kamu bisa cerita tentang apa pun ke Tante. Dan, kalau Al membuatmu sedih, ada Tante sebagai tamengmu."
"Al, baik kok, Tante."
"Iya, Tante tahu itu," balas Linda dengan percaya diri, hingga Mimika ikut tersenyum.
Rupanya tingkat kepercayaan diri Al berasal dari mamanya, batin Mimika.
Raut wajah Linda berubah menjadi sendu. Linda melihat ke langit-langit yang ada di kamar tamu–kamar yang sekarang ditempati oleh Mimika.
"Tante pernah merasakan rasanya kehilangan seseorang. Rasanya dunia Tante langsung hancur dan runtuh. Saat itu Tante kehilangan papa Alfredo."
Linda bercerita sambil mengingat-ingat kembali masa di mana keadaannya begitu terpuruk. Mimika menyimak setiap kata yang keluar dari bibir Linda.
Linda beralih kembali melihat ke arah Mimika. "Tapi, Tante bersyukur bisa kenal sama mama kamu. Andai saja waktu itu mama kamu tidak menolong Tante di waktu yang tepat, mungkin sekarang Tante hanya tinggal nama."
"Mama yang menolong Tante?" tanya Mimika penasaran.