Suara barang pecah terdengar keras di telinga Mimika. Lantas Mimika terbangun dan segera turun ke bawah. Dia sangat terkejut, begitu melihat sosok Doreko sudah terbaring tak sadarkan diri di lantai yang dingin.
Mimika langsung berlari dan melihat keadaan Doreko, tanpa peduli dengan pecahan kaca yang berada di sekitar Doreko.
"Doreko," panggil Mimika.
Pada panggilan yang kedua kalinya, Mimika menyentuh pipi Doreko.
"Doreko, jangan bercanda, ah. Tidak lucu sama sekali."
Doreko tidak merespon sama sekali. Sepasang matanya tertutup rapat. Mimika menggoyang-goyangkan bahu Doreko.
"Doreko, bangun."
"Doreko, kamu bisa dengar aku?"
Mimika menangis. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia melihat ke segala arah, kemudian dia merasakan adanya sesuatu memegang tangannya. Dia langsung menoleh dan melihat wajah Doreko. Doreko sudah sadar.
Doreko berusaha memegang wajah Mimika, tapi tangannya terlalu lemah saat ini. Mimik langsung menyadarinya. Dia langsung memegang tangan Doreko dan meletakkan tangan Doreko di pipinya.
Dengan lembut jari jemari Doreko perlahan menghapus air mata Mimika. "Jangan nangis," katanya dengan suara parau.
Mimika langsung menarik napasnya dan membuangnya selama beberapa kali, lalu tersenyum ke Doreko. "Aku tidak nangis lagi kok."
Doreko membalasnya dengan sebuah senyuman.
"Kamu masih mau tetap begini aja atau mau berdiri?" tanya Mimika.
Doreko melihat ke arah lantai dan dia baru sadar kalau area sekitar mereka banyak pecahan kaca.
"Mika, jangan asal bergerak dulu. Ada banyak pecahan kaca di lantai."
"Bentar," kata Mimika.
Mimika berdiri, kemudian pergi mengambil sapu dan pengki. Dia mulai menyapu dan menarik masuk semua pecahan kaca ke pengki.
"Hati-hati. Jangan sampai terluka," ucap Doreko dengan nada pelan.
"Iya. Kamu tetap seperti itu dulu ya."
Mimika membuang pecahan kaca ke dalam tong sampah dan menaruh kembali sapu dan pengki pada tempatnya, kemudian dia berjalan kembali ke tempat di mana Doreko berada.
Mimika langsung membantu Doreko berdiri, tapi dikarenakan beban pada tubuh Doreko lebih berat, Mimika jadi agak kewalahan.
Di samping bantuan yang Doreko dapatkan dari Mimika, Doreko sendiri juga berusaha mengeluarkan tenaga lebih agar dia dapat dengan cepat bangkit berdiri, meski sebenarnya dia masih lemas.
Mimika memapah Doreko berjalan ke ruang tamu dan duduk di atas sofa. Setelah itu Mimika pergi ke dapur dan kembali dengan membawa segelas air hangat untuk diminum Doreko.
"Gimana perasaanmu? Sudah agak baikan?" tanya Mimika.