Seminggu kemudian ...
Mimika melihat-lihat ke segala tempat. Seisi ruangan tampak bersih, seperti tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya di dalam rumahnya.
"Aku tidur di mana?" tanya Alfredo.
Mimika lantas berbalik dan hampir menabrak tubuh Alfredo. Dengan sigap Alfredo memegang kedua bahu Mimika.
"Hati-hati, Mika," ucap Alfredo.
Mimika langsung berdiri dengan benar. Dia berdeham. Dia kelihatan agak kikuk. Sejenak dia hampir melupakan pertanyaan Alfredo. "Umm ... Tadi, kamu bilang apa? Tidur di mana, ya? Kalau enggak salah ..."
"Boleh aku tidur di kamar Doreko?" tanya Alfredo.
Raut wajah Mimika langsung berubah menjadi datar.
"Aku tidur di sofa saja kalau begitu."
Mimika berpikir sejenak. Dia tidak mungkin membiarkan Alfredo tidur di sofa. Dia masih ingat kalau kesehatan tubuh Alfredo belum sembuh sepenuhnya.
"Engga usah. Kamu tidur saja di kamarnya."
Matanya mengamati mimik wajah Mimika, tapi ia tidak menemukan apa-apa di sana. "Beneran boleh?" tanyanya untuk sekedar memastikan.
"Iya. Boleh," jawab Mimika. Mimika menghela napas. "Kamu kan belum sembuh seratus persen, jadi lebih baik tidur di ranjang. Jangan aneh-aneh pake segala mau tidur di atas sofa. Nanti aku harus gimana di depan tante Linda," omelnya.
Alfredo terkekeh. "Bilang aja kalau kamu khawatir sama aku."
Mimika mendorong Alfredo menjauh darinya, hingga pegangan Alfredo pada kedua bahunya ikut terlepas. "Mana ada begitu ...," elak Mimika, "tapi, ya ... sedikit kurang lebih ada, lah," lanjutnya.
Raut wajah Mimika terlihat malu-malu kucing. Tatapannya beralih ke arah lain. Alfredo yang melihat gelagat Mimika menjadi gemas. Refleks Alfredo memeluk Mimika. Matanya Mimika langsung membelalak penuh.
"Hei ... Apa yang kamu—"
Mimika hendak protes, namun Alfredo segera menghentikannya. "Bentar. Begini dulu. Sebentar saja."
Mimika hanya dapat membiarkan Alfredo melewatkan waktu selama beberapa detik untuk memeluknya, hingga akhirnya Alfredo sendiri yang melepaskan pelukannya.