Sepanjang perjalanan menuju kembalinya mereka berdua ke rumah, tanpa melepaskan pegangan tangan. Sesekali terlepas hanya dikarenakan Alfredo mau mengganti gigi pada mobilnya.
Mereka berdua pulang lebih awal atas kesepakatan dari keduanya. Alfredo takut semakin lama mereka berdua berada di puncak, maka dia semakin takut tidak dapat mengendalikan diri. Mimika sendiri mau pulang, lantaran dari awal memang dia hanya ingin pergi ke taman hiburan.
"Aku tidak menyangka, kamu bakalan terima aku."
Mimika meliriknya dengan malu-malu. "Ya, itu ... Boleh tidak, kalau kubilang, aku terbawa suasana?"
Alfredo beberapa kali menoleh ke samping, lalu kembali melihat ke depan. "Maksudnya?"
"Enggak! Aku hanya bercanda!" seru Mimika.
Mimika mengingat kembali kejadian beberapa jam lalu. Dia tersenyum diam-diam di samping Alfredo.
"Mimika Pamela, maukah kamu menjadi pasangan hidupku? Menerima aku yang masuk ke dalam hidupmu setiap waktu, setiap minggu, setiap bulan, dan bahkan setiap tahun demi tahun berlalu? Menjadi orang yang dapat kamu andalkan dan selalu ada buat kamu? Menerima seseorang sepertiku yang terus mencintaimu dan tidak pernah berhenti sampai kapan pun. Apakah kamu mau menerima diriku?"
Mimika terdiam, namun pada detik berikutnya dia mengangguk. "Oke," jawab Mimika singkat.
Tanpa berpikir panjang Alfredo langsung mengecup kening Mimika, hingga mereka berdua menjadi sangat canggung.
Suara nada dering dari ponsel Mimika membuyarkan lamunannya. Pas waktunya dengan berhentinya mobil Alfredo di depan rumah Mimika. Mimika langsung melepaskan pegangan tangan mereka dan merogoh ke dalam tasnya.
Dia mengeluarkan ponselnya dan melihat layar ponsel tertera nama mamanya. Dia langsung mengangkat panggilan telepon dari Monika.
"Halo, kamu lagi di mana, Sayang?"
"Baru sampai depan rumah. Ada apa, Mama?"
"Ada yang mau Mama tanyakan ke kamu, tapi ini hanya sekedar pertanyaan biasa."
"Apa itu, Ma?"
"Menurutmu bagaimana dengan om Paul?"
Mimika melirik sekilas ke tempat Alfredo. Alfredo menaikkan salah satu alisnya. Mimika kemudian kembali melihat ke depan. "Om Paul? Om Paul ... Mimika rasa om Paul orangnya baik."
Beberapa detik kemudian, Mimika mengernyitkan dahi. Dia merasa ada yang janggal dengan pertanyaan dari Monika. "Kenapa tiba-tiba Mama tanya soal om Paul?"
Alfredo tersenyum penuh arti di samping Mimika, tapi Mimika tidak melihatnya. Lantaran Mimika sedang fokus berbicara dengan Monika lewat ponsel.
"Mama hanya bertanya acak ke kamu."
Mimika merasa sangsi dengan jawaban dari Monika.
"Mama tutup duluan, ya. Mama masih ada urusan."