“Ayo cepat cepat cepat!!! Sepuluh menit lagi! Maaas, sepuluh menit lagi bisnya sudah mau jalan!” Teriak Luna bergegas meraih barang bawaannya masuk ke dalam mobil.
Dibelakangnya Bintang berjalan santai lalu duduk di depan setir setelah sepuluh menit Luna menunggu di mobil. Perlahan mobil melaju, nggak sesuai banget dengan irama Luna yang sedang terburu-buru.
“Bisa cepetan dikit nggak? Keburu ditinggal nih!” Seru Luna nggak sabar.
Rrrr… Hapenya tiba-tiba bergetar. Nola.
“Ya ya ya! Bilangin Pak Edi suruh tunggu, bentar lagi, please ya. Oke, thanks.”
Kalau sampai Pak Edi sopir Bus comuter nggak mau nunggu, Nola sahabat Luna yang sudah berada di dalam bis terpaksa harus rela turun nggak jadi berangkat duluan.
Tiba-tiba mobil berhenti di depan warung. Gawat. Ada apa lagi nih. Luna was-was.
Bintang turun, berjalan menuju warung, lalu keluar lagi sambil menyalakan sebatang rokok dimulutnya.
OMG! Serasa mau meledak dada Luna. “Gimana sih kamu mas? Sudah tau lagi buru-buru, eh masih sempet-sempetnya beli rokok. Apa rokok itu lebih penting dari pada aku?” Berondong Luna begitu Bintang sampai ditempatnya.
Yang ditembak kalem aja.
“Kapan sih mas kamu bisa menghargai aku. Kapan sih kamu bisa Be Urgent. Kapan kamu bisa menganggap urusanku juga penting. Apa kamu mau tunggu aku masuk ICU dulu baru nyesal seumur hidup nggak pernah Care sama aku?!” Omel Luna tiada henti.
Rrrr….Lagi-lagi hape Luna memberi sinyal.
“Hai Bodhi, Ya? Lagi otw. Apa? Makalah? Sudah, tapi belum foto copy. Oke deh, Thank you.”
Bodhi ngingetin pe-ernya, uh, rasanya semua orang perhatian benar ke Luna, kecuali yang satu ini. Makalah si udah, tapi Oh my gosh, jangan-jangan… Luna mengobrak-abrik isi tasnya. Benar aja, makalahnya ketinggalan!
“Tadi saya lihat masih ada di atas meja. Saya sudah ngira pasti bakalan ketinggalan, eh benar saja,” kata Bintang dengan santainya.
“Whhaatttt??? Ini lagi!!! Sudah tau aku orangnya pelupa. Eh, bukannya bantu ingatin, seneng ya liat penderitaan orang? Kita kan satu tim mas. Mestinya kan kamu taruh itu kertas di tasku. Itu baru namanya teman beneran. Kalau bukan pada saat-saat seperti ini kapan lagi kita bisa kompakan. Tunggu ada kebakaran dulu, baru kita gotong-royong?"
"Balik! Balik! Balik! Putar balik!!!”
Ini orang berisik banget sih pagi-pagi. Perasaan dia yang salah, kok saya yang diomelin, batin Bintang.
Tanpa ada ekpresi marah atau kesal, dengan sigap Bintang memutar balik mobilnya kembali ke rumah.