Benang Merah

Bulan Purnama
Chapter #14

Bukan Nenek Biasa.

Tak pernah kubayangkan rumah nenek sejauh ini. Bilangnya cuma di kampung sebelah. Ternyata sebelahnya lumayan juga jauhnya.

Aku sudah mulai ngos-ngosan berjalan ketinggalan di belakang, tapi nenek tak sedikitpun menunjukan tanda-tanda kelelahan. 

“Sudah Non, pulang saja! Becek jalannya, kotor! Nanti Non cape.” Sebentar sebentar nenek menyuruhku pulang

 “Sudahlah Nek, tenang aja. Nanggung lagian.”

 “Masih Jauh, Non!”

 “Kan nggak tiap hari Nek.”

 Hari ini aku memang sudah niat bulat-bulat untuk berkunjung ke rumah nenek. Kalau tidak dipaksa nenek tak bakalan mengijinkan aku main kerumahnya. "Rumah nenek jelek non, malu." Begitu selalu dalihnya.

Buatku adalah sebuah priviledge bisa bebas jalan kemana aja, senangnya nggak habis-habis mempunyai banyak waktu luang setelah berhenti bekerja.

 Dia adalah nenek penjual sayur keliling komplek perumahan. Namanya nenek Sainah. Tubuhnya tua namun gerakannya tetap gesit membawa keranjang sayuran yang dijajakannya dari rumah ke rumah. Biasanya aku mencocokan menu masakan dengan dagangan nenek yang dibawa saat itu.

 Setiap kali datang nenek akan langsung duduk di lantai teras depan rumah sambil mengeluarkan sayur-sayuran, bumbu dapur dan lainnya dari keranjangnya sembari menungguku keluar. Nenek nggak pernah mau diajak masuk, sekedar minum teh nyicip camilan atau sedikit sarapan.

 “Aduh nenek seneng ditemanin Non. Non itu kaya cucu nenek. Baiik banget. Non itu nancep bener dihati nenek.”

 “Siapa namanya nek, cucu Nenek? Sekarang ada dimana?”.

 “Sudah mati Non. Namanya Narti.”

 “Ooh...”

 Setelah hampir dua jam kami berjalan, melewati sawah, melewati hutan bambu, melewati sungai yang kering sebagian aliran airnya, melewati tanah lapang, kebun rambutan, melewati kuburan, rumput ilalang, sapi-sapi, kandangnya dan becek di jalan karena musim hujan, akhirnya tiba di sebuah tempat yang... ah, rasanya aku tak asing dengan tempat ini. Sepertinya aku pernah berada ditempat ini sebelumnya, tapi kapan?

 Aku berhenti memandang sekeliling, ada sumur tua yang dindingnya berlumut, pohon kamboja, kerikil-kerikil kecil diatas tanah yang lembab, rumput rumput liar yang mulai tumbuh. Aku pernah berada di tempat ini sebelumnya, tapi bukan disini. Jadi dimana?

 “Ayo Non, masuk” Seru Nenek dari seberang tanah lapang itu. Nenek berdiri di ujung sebuah gang yang ternyata jalan kecil menuju rumahnya. Dan tempat ini ternyata bisa dibilang halaman belakang rumah nenek.

Lihat selengkapnya